Medan Makna (Buku Abdul Chaer)
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna (semantic field, domain) adalah bagian dari sistem bahasa yang mengambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Misalnya, nama-nama warna, perabot rumah tangga, istilah pelayaran dan istilah kekerabatan.
Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat yang bersangkutan.
Nama-nama warna dalam bahasa Indonesia , misalnya, merah, coklat, biru, hijau, kuning, dan abu-abu; putih dan hitam menurut fisika bukan warna. Untuk menyatakan nuansa yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan seperti, merah darah, merah muda, merah jambu dan merah bata. Dengan demikian, kebutuhan akan nama pembeda dari warna-warna itu terpenuhi. Bahasa Inggris membagi warna dasar menjadi sebelas warna, yaitu: white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange dan grey. Sedangkan bahsa Hunnco,sa alh satu bahasa Filipina hanya membagi empat warna, yakni, (ma) biru, yakni warna hitam dan warna gelap lainnya. (ma) langit yairu warna putih dan warna lainnya. (ma) rarar yakni kelompok warna merah dan (ma) latuy yakni warna kuning, jhijau muda dan coklat muda.
Nama-nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah anak, cucu, cicit, piyut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik, sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, dan besan.
Kata-kata yang berda dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi, dan golongan set.
Kolokasi (berasal dari bahasa Latin colloco yang berarti ada ditempat yang sama dengan) menunjuk pada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, alat perahu, itu digulung ombak, dam tenggelam berserta isinya kita dapati kata-kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak dan tenggelam yang merupakan kata-kata dalam satu lokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu temapat atau lingkungan.
Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik karena sifatnya yang linear, maka set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan atau disubtitusikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu di antara dingin dengan hangat.
Pengelompokan kata berdasarkan kolokasi dan set dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori medan makna, meskipun makna unsur-unsur leksikal itu sering bertumpang tindih dan batas-batasnya seringkali juga menjadi kabur. Selain itu pengelompokan ini juga kurang memperhatikan perbedaan antara yang disebut makna denotasi dan makna konotasi; antara makna dasar dari suatu kata atau leksem dengan makna tambahan dari kata itu. Misalnya, kata remaja dalam contoh di atas hanya menunjuk pada jenjang usia, yang barangkali anatara 14-17 tahun. Padahal kata remaja juga sekaligus mengandung pengertian atau makna tambahan belum dewasa, keras kepala, suka mengganggu dan membantah, serta mudah berubah-ubah sikap. Pendek kata pendirian mereka masih labil.
Oleh karena itu, secara semantic diakui bahawa pengelompokan kata atau unsur-unsur leksikal secara kolokasi dan set hanya menyangkut satu segi makna dasarnya saja. Sedangkan makna seluruh tiap kata atau unsur leksikal itu perlu dilihat dan dikaji secara terpisah dalam kaitannya dengan penggunaan kata atau unsur leksikal tersebut di dalam pertuturan. Setiap unsur leksikal itu perlu dilihat dan dikaji secara terpisah dalam kaitannya dengan penggunaan kata atau unsure leksikal tersebut di dalam pertuturan. Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna masing-masing yang mingkin ada persamaannya dan ada perbedaannya dengan unsur leksikal lainnya.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat yang bersangkutan.
Nama-nama warna dalam bahasa Indonesia , misalnya, merah, coklat, biru, hijau, kuning, dan abu-abu; putih dan hitam menurut fisika bukan warna. Untuk menyatakan nuansa yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan seperti, merah darah, merah muda, merah jambu dan merah bata. Dengan demikian, kebutuhan akan nama pembeda dari warna-warna itu terpenuhi. Bahasa Inggris membagi warna dasar menjadi sebelas warna, yaitu: white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange dan grey. Sedangkan bahsa Hunnco,sa alh satu bahasa Filipina hanya membagi empat warna, yakni, (ma) biru, yakni warna hitam dan warna gelap lainnya. (ma) langit yairu warna putih dan warna lainnya. (ma) rarar yakni kelompok warna merah dan (ma) latuy yakni warna kuning, jhijau muda dan coklat muda.
Nama-nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah anak, cucu, cicit, piyut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik, sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, dan besan.
Kata-kata yang berda dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi, dan golongan set.
Kolokasi (berasal dari bahasa Latin colloco yang berarti ada ditempat yang sama dengan) menunjuk pada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, alat perahu, itu digulung ombak, dam tenggelam berserta isinya kita dapati kata-kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak dan tenggelam yang merupakan kata-kata dalam satu lokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu temapat atau lingkungan.
Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik karena sifatnya yang linear, maka set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan atau disubtitusikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu di antara dingin dengan hangat.
Pengelompokan kata berdasarkan kolokasi dan set dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori medan makna, meskipun makna unsur-unsur leksikal itu sering bertumpang tindih dan batas-batasnya seringkali juga menjadi kabur. Selain itu pengelompokan ini juga kurang memperhatikan perbedaan antara yang disebut makna denotasi dan makna konotasi; antara makna dasar dari suatu kata atau leksem dengan makna tambahan dari kata itu. Misalnya, kata remaja dalam contoh di atas hanya menunjuk pada jenjang usia, yang barangkali anatara 14-17 tahun. Padahal kata remaja juga sekaligus mengandung pengertian atau makna tambahan belum dewasa, keras kepala, suka mengganggu dan membantah, serta mudah berubah-ubah sikap. Pendek kata pendirian mereka masih labil.
Oleh karena itu, secara semantic diakui bahawa pengelompokan kata atau unsur-unsur leksikal secara kolokasi dan set hanya menyangkut satu segi makna dasarnya saja. Sedangkan makna seluruh tiap kata atau unsur leksikal itu perlu dilihat dan dikaji secara terpisah dalam kaitannya dengan penggunaan kata atau unsur leksikal tersebut di dalam pertuturan. Setiap unsur leksikal itu perlu dilihat dan dikaji secara terpisah dalam kaitannya dengan penggunaan kata atau unsure leksikal tersebut di dalam pertuturan. Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna masing-masing yang mingkin ada persamaannya dan ada perbedaannya dengan unsur leksikal lainnya.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Komentar