Novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982)

Novel ini bercerita tentang seorang penari ronggeng di Dukuh Paruk bernama Srintil. Ia 'terpilih' menjadi ronggeng setelah berpuluh tahun tidak ada ronggeng di kampung itu. Srintil digambarkan sebagai perempuan cantik khas jawa yang tidak berhidung mancung, berkulit sawo matang, dan kenes-nya sebagai penari ronggeng yang harus kalah oleh dentuman materi daripada mengikuti suara cinta dan keinginan untuk menjadi perempuan somah. Srintil harus merelakan cintanya, Rasus yang kepadanya dia tidak memungut sepeserpun uang untuk bercinta, karena karir seorang ronggeng akan tamat setelah ronggeng itu hamil atau menikah. Sementara Rasus sebagai laki-laki yang berupaya memperbaiki status sosialnya telah mengambil hati Srintil untuk memperjuangkan kekasihnya itu bebas dari pilihan menjadi ronggeng. Kampung Dukuh Paruk juga menyimpan kenangan kelam, yaitu warganya yang teracuni oleh tempe bongrek. Bagi Rasus yang telah tidak memiliki ibu, pelajaran seksualitas pertama membedakan lelaki dan perempuan justru terjadi ketika dia berinteraksi dengan Srintil. Gambaran perempuan perlahan-lahan didapatkan Rasus justru dalam diri gadis lugu Srintil dan bukan neneknya yang telah tua. Kerinduan akan sosok perempuan, dalam hal ini sosok emak, diproyeksikan Rasus kepada pribadi gadis cilik Srintil yang pada saat itu paling cantik di antara anak-anak gadis Dukuh Paruk lainnya. Sosok perempuan yang utuh, juga gambaran seorang ibu, bagi remaja lelaki seperti Rasus terbentuk dari perjumpaannya dengan seorang gadis remaja tercantik di Dukuh Paruk. Bahkan, saat pertama kali Rasus bercinta dengan Srintil, bukan gadis cantik itu yang dilihatnya, melainkan gambaran seorang perempuan yang selama ini mengisi khayalannya, emak-nya. Namun pemikiran Rasus tentang sosok emak mulai berubah ketika ia minggat ke Pasar Dawuan. Di sana dia mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang sosok perempuan. Perempuan (cantik) tidak hanya digambarkan seperti Srintil yang mampu mengundang birahi lelaki manapun yang melihat lenggok tubuhnya, tetapi bahkan juga digambarkan seperti perempuan saleh yang rajin sembahyang dan hanya mengizinkan tubuhnya disentuh oleh suaminya. Gambaran perempuan yang disebut emak juga tidak hanya di dapat dari sesosok cantik yang menjadi primadona, tetapi juga dapat ditemukan pada setiap perempuan, bahkan perempuan desa yang paling jelek atau tua sekalipun. Rasus sempat menyesal mengapa dia tidak sejak dulu mencari gambaran emak pada diri neneknya yang sudah tua itu, melainkan justru pada perempuan cantik yang menjadi ronggeng primadona itu. Gambaran emak yang diproyeksikan Rasus pada pribadi Srintil rusak setelah Srintil menjalani bukak-klambu dan resmi menjadi ronggeng. Untuk menjadi seorang ronggeng yang 'benar-benar ronggeng', Srintil harus menjalani beberapa ritual terlebih dahulu seperti menari di depan makam nenek monyang Dukuh Paruk, serta ritual Bukak Klambu yaitu (maaf) ritual lepas perawan sebelum menjadi ronggeng yang bisa mendapat saweran para hidung belang. Ritual tersebut hanya diperuntukkan bagi si calon ronggeng dan pria yang berani menawar dengan harga tertiggi. Srintil harus merelakan cintanya, Rasus yang kepadanya dia tidak memungut sepeserpun uang untuk bercinta, karena karir seorang ronggeng akan tamat setelah ronggeng itu hamil atau menikah. Sementara Rasus sebagai laki-laki yang berupaya memperbaiki status sosialnya telah mengambil hati Srintil untuk memperjuangkan kekasihnya itu bebas dari pilihan menjadi ronggeng. Kampung Dukuh Paruk juga menyimpan kenangan kelam, yaitu warganya yang teracuni oleh tempe bongrek. Rasus pun mulai berusaha menepis gambaran emak pada diri Srintil dan berusaha jujur bahwa dia menyukai ronggeng itu. Rasus ingin bersaing secara terbuka dengan pria-pria lain untuk mendapatkan Srintil. Dia ingin mencari uang agar dapat meniduri Srintil. Namun, sebagai seorang perempuan Srintil memiliki perspektifnya sendiri. Ronggeng adalah juga perempuan yang wajar memiliki rasa cinta. Dia memang mengizinkan pria manapun yang mampu membayar tinggi untuk bercinta dengannya. Itu pekerjaannya sebagai ronggeng selain menari. Akan tetapi, dia akan rela bersetubuh dengan lelaki yang dicintainya secara cuma-cuma tanpa memungut sepeserpun uang. Berkali-kali ketika Srintil singgah di Pasar Dawuan, dia mengajak Rasus menyewa rumah atau tempat yang bisa dipakai untuk bercinta berdua tanpa Rasus harus mengeluarkan uang karena Srintil cinta kepadanya. Bahkan, sebagai perempuan, Srintil memiliki harapan bahwa Rasus akan menjadi suami dan ayah dari anak-anak mereka. Sebagai perempuan Srintil berharap dapat menikah dan memiliki anak dengan satu-satunya lelaki yang dicintainya, Rasus. Perempuan mana yang tidak ingin menikah dengan lelaki yang dicintainya? Ia menjadi ronggeng yang laris dan menjadi pembicaraan semua orang. Setiap orang memujinya. Ia juga semakin kaya setelah menjadi ronggeng. Tak kuasa melihat Srintil yang telah menjadi ronggeng, Rasus pindah dari Dukuh Paruk ke Dawuhan. Awalnya ia bekerja menjadi pesuruh di pasar. Tetapi akhirnya ia bekerja bersama para tentara yang bertugas di sana. Rasuspun akhirnya juga diangkat menjadi seorang tentara berkat kejujuran dan kegigihannya. Setelah menjadi ronggeng, justru Srintil menyadari bahwa ia mencintai Rasus. Ia ingin merasakan kelembutan sentuhan lelaki dan merasa jenuh menjadi ronggeng. Ia mengajak Rasus menikah, tetapi Rasus menolak karena lebih memilih menjadi tentara. Srintil sangat bersedih karena hal tersebut. Srintil yang sudah mulai merasa jenuh menjadi seorang ronggeng dukuh paruk, sering menolak untuk melayani para lelaki. Bahkan beberapa kali menolak untuk meronggeng. Sebenarnya ia ingin memiliki hidup yang lebih tenang, yaitu memiliki suami dan anak. Memiliki keluarga yang bisa menenteramkan hatinya. Ia juga masih mengharapkan Rasus, seorang lelaki Dukuh Paruk yang kini telah menjadi tentara. Banyak sekali permasalahan yang mulai membuat Srintil untuk enggan meronggeng. Apalagi ia mulai menemukan Goder yang diangkat menjadi anaknya. Ia sangat memanjakan Goder laiknya anaknya sendiri. Ia semakin teguh untuk berhenti meronggeng dan menciptakan hidup baru. Namun tiba-tiba petaka muncul menghantam dukuh paruk. Dukuh paruk diguncang oleh panas dan liciknya dunia politik. Dukuh paruk dituduh menjadi anggota partai komunis setelah terlibat dengan oknum partai tersebut. Dengan segala kebodohan yang dimiliki dukuh paruk, Srintil bersama beberapa masyarakat dukuh paruk lainnya ditahan. Srintil menjadi orang dukuh paruk yang paling lama ditahan. Setelah ia dibebaskan, kehidupannya sudah mulai berubah. Ia mulai tertutup dengan orang lain. Pandangan orang lain terhadapnya juga mulai berubah karena identik dengan partai komunis tersebut serta menjadi bekas tahanan. Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki yang muali dekat dengannya. Dengan ketulusan dan kebaikan bajus Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus. Semakin hari Srintil semakin dekat dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai membaik. Rasus yang telah lama tidak pulang, akhirnya ia kembali ke dukuh paruk untuk berlibur. Mengetahui hal itu hati Srintil sempat goyah. Ia sebenarnya masih menyimpan rasa terhadap Rasus. Tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga menyadari bahwa ia sedang dekat dengan Bajus. Suatu hari Srintil diajak Bajus untuk mengikuti acara tertentu. Ternyata selama ini Bajus telah memiliki rencana jahat terhadap Srintil. Bajus ingin menyerahkan Srintil kepada bosnya sebagai hadiah agar bisnisnya lancar. Srintil sangat terpukul karena ia telah begitu percaya pada Bajus. Namun Bajus justru merupakan lelaki yang jahat. Karena itu, Srintil mengalami gangguan jiwa dan menjadi gila. Melihat kondisi Srintil yang memrihartinkan, Rasus merasa iba. Ia akhirnya membawa Srintil ke rumah sakit jiwa. Ia juga menyadari bahwa sesungguhnya ia masih mencintai Srintil. Menurut saya, buku ini sarat makna namun mudah dicerna karena gaya penuturan dan bahasa yang merakyat, tidak berbelit-belit namun punya diksi yang tinggi. Salah satu kekuatan (dari banyak keuatan yand saya temukan) yang ada dalam buku ini adalah pendeskripsian. Dengan sangat detil, sang penulis berhasil melukiskan kejadian demi kejadian. Bukan hanya pendeskripsian setting (latar dan historis) yang begitu hidup namun yang menarik, penulis juga berhasil mendeskripsikan segala perasaan yang dialami tokohnya dengan baik. Ahmad Tohari menggunakan analogi-analogi yang pantas untuk melukisakan apa yang terjadi, yang dirasakan oleh setiap karakter sehingga membuat pembaca dengan serta-merta bertransformasi menjadi salah satu karakter di novel ini. Novel ini bertutur tentang segala urusan kemanusiaan dengan balutan kehidupan masyarakat sederhana di sebelah tenggara Jawa Tengah (entah tempat ini fiktif atau bukan) dengan budaya cabul yang mereka anggap biasa. Munculnya ronggeng sebagai identitas sah pedukuhan ini terwakilkan oleh Srintil, seorang ronggeng muda yang melalui dia, segala urusan kemanusiaan dikemukakan dalam novel ini; mulai kebutuhan dasar seperti urusan perut, seks, dan materi, sampai kepada urusan yang lebih kompleks seperti pengakuan, nilai moral, makna benar-salah, dan otoritas. Buku ini juga menyajikan pengetahuan budaya yang luar biasa, terlepas dari sorotan norma, mau tidak mau kita harus mengakui bahwa budaya cabul itu ada. Penulis berhasil mengangkat budaya ini menjadi sebuah setting yang baik tanpa terkesan porno. Mencermati kebutuhan primitif manusia yang diolah menjadi sebuah kebudayaan sangat menarik! Betapa saya terkesima bahwa ronggeng sebenarnya adalah posisi terpandang dan hanya perempuan terpilih yang dihinggapi indang ronggeng yang bisa menjadi ronggeng. Prosesi malam bukak klambu yang prestisius, atau seni make up tradisional yang menggunakan getah papaya dan arang untuk mempertajam alis mata dan daun sirih untuk memerahkan bibir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN, METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)

Hubungan Perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar

Subjek Pendidikan

Kalimat Efektif