Nikah Beda Agama Menurut Islam : Boleh Menurut Zaenun Kamal ?

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wr.wb.
Saya sitir pernyataan Dr.H. Zainun Kamal, MA, dosen pasxa-sarjana UIN Syarif Hidayatullah, alumnus dari Universitas Al-Azhar dan Kairo University, Mesir.
"Bagaimana kalau laki-lakinya yang non muslim? Dalam Surah Al-Ma'idah disebutkan 'wanita ahli kitab', berarti laki-lakinya yang muslim. Larangan muslimah menikah dengan laki-laki non-Islam tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Tidak ada nash yang melarang untuk menikahi 'laki-laki ahli Kitab'. Selama tidak ada larangan dalam Al-Qur'an, sesuai kaidah ushul fiqih, berarti hukumnya boleh. Larangan orang yang haram dinikahi dalam Al-Qur'an terdapat pada surah An Nisa' ayat 23. Adapun banyaknya ulama yang mengatakan nikah beda agama itu dilarang (maksudnya mungkin antara wanita muslimah dengan laki-laki non-muslim - penanya), sebenarnya unsurnya hanya kekhawatiran menjadi murtad.
Pertanyaan saya Ustadz, benarkah pernyataan Dr.H. Zainun itu dilihat dari syariat Islam? Sebab pada majalah yang sama, Dr.H.Ali Nurdin, SQ (Pakar Tafsir Hadits) justru mengharamkan secara mutlak, bahkan laki-laki muslim yang menikah dengan wanita ahli kitab. Menurutnya, dibolehkannya laki-laki muslim nikah dengan wanita ahli kitab (Al Ma'idah ayat 5) sudah digugurkan dengan adanya Al-Baqarah ayat 221.
Mana yang benar???
Wassalam.

Ratih Hidayat


Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,

Orang semacam Bapak Zaenun Kamal bukanlah seorang yang punya latar belakang ilmu syariah, melainkan lebih kepada bidang filsafat, tasawwuf dan kajian-kajian teologis lainnya. Sehingga bila dia bicara tentang hukum syariah, sebenarnya bukan pada tempatnya bagi kita untuk menerimanya. Orang betawi bilang, ?Bukan maqomnya?.

Dari sudut pandang disiplin ilmu saja, sebenarnya kita dengan mudah bisa menilai kualitas dan bobot pendapat seseorang. Lain halnya kalau yang bicara demikian misalnya ketua MUI atau rektor Al-Azhar Mesir, mungkin kita boleh merasa gerah atau resah. Tapi kalau orang yang bukan bidangnya berbicara tentang suatu masalah, lalu di sana sini ada kekeliruan atau hal-hal yang tidak tepat, sejak awal kita bisa maklum. Namanya saja bukan ahlinya, pastilah ujung-ujungnya tidak benar. Meski pernah duduk di bangku Al-Azhar sekalipun. Sebab di Mesir sendiri pun orang yang menyeleweng dari aqidah Islam tidak sedikit. Bahkan yang jadi Fir?aun pun banyak.

Sebagai contoh, kalau anda punya BMW keluaran terbaru lalu ditangani oleh tukang gali jalanan yang biasa menanam pipa atau kabel di jalan-jalan, wajarlah kalau hasilnya mobil kesayangan anda itu jadi hancur-hancuran bentuknya. Sebab tukang gali itu hanya tahu urusan menggali, merusak aspal jalan, mencongkel dan mengebor. Ituah keahliannya dan itulah profesinya. Yang salah bukan tukang itu, tapi kitalah yang teledor mempercayakan penanganan mobil canggih kepada orang yang salah.

Adapun Zaenun Kamal sendiri pastilah merasa bangga bila lontaran pendapatnya bisa memancing reaksi dari kalangan ummat, sebab paradigma ilmu yang dipelajarinya adalah berdebat masalah filsafat itu sendiri. Semakin tegang dan ramai perdebatan itu, maka semakin berhasil menurutnya pengajaran atau kuliahnya. Sebab intinya hanya ingin menguras logika dan perdebatan saja, tidak untuk mendapatkan manhaj Rasulullah SAW yang lurus dan benar.

Lucunya, sebagian orang menafsirkan gaya seperti itu hanya sekedar gaya dan retorika belaka. Intinya untuk memancing kreatifitas berpikir umat. Lontaran pemikiran yang menghebohkan diharapkan bisa mejadikan umat makin kritis. Padahal kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari pun semua pendapatnya tercermin dalam tindak tanduk dan perilakunya. Sehingga berlindung di balik kepura-puraan bukanlah sebuah apologi yang benar.

Misalnya dia sering mengatakan bahwa orang yang sangat cerdas, tinggi ilmunya dan mendalam IQ-nya bisa menjadi nabi, atau selevel dengan nabi. Atau misalnya bahwa Aristoteles, Socrates dan Plato itu juga sebenarnya nabi. Dan orang semacam itu masih punya berjuta lontaran pendapat yang aneh bin ajaib alias menyeleweng dari aqidah. Kalau seseorang punya nurani dan aqidah yang bersih, pastilah tidak akan sampai hati mengucapkan hal itu. Sebab hati nuraninya pasti menjerit dan tidak akan bisa menerima.

Dan bila kita konsekuen dengan metode pembinaan Rasulullah SAW, rasa-rasanya beliau SAW tidak pernah mengajrkan agama ini dengan metode debat atau memancing perselisihan atau dengan gaya melemparkan keresahan sebagai diskursus dan segala embel-embelnya. Rasulullah SAW mengajarkan Islam ini dengan mudah, jelas, terang, damai dan sejuk.

Sebaiknya jangan dengarkan dan jangan ditanggapi, nanti dia akan capek sendiri. Sebab makin ditanggapi dia akan makin bahagia. Dan anda akan semakin gila.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Harus Bermimpi?

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008

Teori Psikoanalisis Sastra