Subjek Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia disebut sebagai zoon politicon atau makhluk sosial. Dikatakan makhluk sosial karena dalam hidupnya seorang manusia pasti akan selalu membutuhkan orang lain. Tidak pernah ada manusia yang hidup sebagai makhluk yang individualis karena manusia tidak pernah hidup sendirian. Akan selalu ada orang lain yang berperan dalam perjalanan hidupnya.
Sejak manusia lahir, orang pertama yang dikenalnya adalah seorang ibu. Ibu merupakan salah satu bagian dari apa yang disebut orang tua. Selama masa perkembangannya, manusia pasti membutuhkan seorang ibu. Ketika seorang manusia memasuki masa anak-anak dia pun mulai mengenal ayah, kakak, adik, dll. Seorang anak pasti membutuhkan mereka dalam tahap perkembangan hidupnya. Dan yang paling dekat dan bertanggung jawab atas dirinya adalah orang tua. Di sini peran orang tua sebagai pelaku pendidik alami.
Ketika seorang anak sudah layak untuk dititipkan pada lembaga pendidikan, maka yang menjadi orang tua kedua mereka adalah guru. Gurulah yang mendidik seorang anak secara formal. Guru juga disebut sebagai pendidik yang diserahi kepercayaan oleh orang tua dalam pembentukanwatak dan mental anak.
Seorang anak dilahirkan dengan potensi yang sama, hanya saja kemudian pengembangan potensi itu yang berbeda. Seorang anak yang dari awal sudah diperkenalkan dengan teknologi modern, tentu tidak gagap menghadapi kemajuan zaman. Berbeda dengan anak yang dibesarkan dalam lingkungan natural. Meskipun begitu, anak yang dibesarkan oleh alam tidak berarti memiliki kecerdasan yang lebih rendah ketimbang anak yang akrab dengan teknologi modern. Mereka mempunyai kecerdasan alamiah.
Dengan demikian dalam proses pendidikan, seorang guru harus mengenal tahap-tahap perkembangan anak. Seorang anak hendaknya dididik dengan penuh rasa kasih sayang. Di sini yang paling utama adalah melindung hak yang mereka miliki semenjak mereka masih dalam rahim ibu. Oleh karena itu alangkah lebih baik jika kita akan mempelajari satu persatu tentang subjek pendidikan itu sendiri.
B. Rumusan masalah
 Siapa yang merupakan subjek pendidikan?
 Bagaimana pendidikan dalam lingkungan keluarga?
 Bagaimana pendidikan dalam lingkungan sekolah?
 Apa itu molabilitas atau kelenturan?
 Apa itu identitas atau jati diri?

BAB II
SUBJEK-SUBJEK PENDIDIKAN
2.1 Siapa Yang merupakan Subjek Pendidikan?
Yang menjadi subjek pendidikan adalah manusia (dan hanya manusia saja) yang terlibat di dalam proses pendidikan. Jika di lampung ada Sekolah Gajah, di situ sebetulnya bukan merupakan “pendidikan” tetapi yang ada adalah “pelatihan”, karena yang dilakukan di sana adalah “melatih” gajah-gajah agar memiliki skill untuk melakukan gerakan-gerakan atau aktivitas-aktivitas yang diinginkan oleh manusia. Mereka tidak “dididik” sedemikian rupa sehingga “pribadi”-nya berkembang menjadi dewasa. Binatang memang tidak mempunyai pribadi yang bisa dikembangkan ke arah kedewasaan.
Manusia sebagai subjek pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: subjek pendidikan yang berperan sebagai pendidik (subjek pendidik) dan subjek pendidikan sebagai peserta didik atau anak didik (subjek didik).
Mengapa peserta didik termasuk subjek pendidikan dan bukan objek pendidikan? Sesuatu disebut objek jika kalau keadaannya sama dengan benda (baik benda hidup maupun benda mati) yang gerakannya melulu tergantung pada faktor di luar dirinya. Manusia bukanlah sekedar benda hidup yang hanya tergantung pada pengaruh faktor luar. Ia mempunyai cipta, rasa, dan karsa yang mencerminkan bahwa dirinya adalah pribadi yang mempunyai kesadaran dan kebebasan dalam berprilaku dan bergerak. Ia tidak melulu terbawa arus dorongan (reaksi) naluriahnya yang muncul secara sepontan/otomatis dalam berhadapan dengan rangsangan dari luar melainkan mampu merespon secara bebas dan kreatif. Ia bisa mengontrol, mengendalikan, melawan, dan menguasai gejolak naluriahnya yang muncul dalam dirinya.
Maka peserta didik adalah pribadi (persona) yang berdaulat di dalam dirinya. Oleh karena itu ia harus ditempatkan sebagai subjek dalam pendidikan. Jika dalam pendidikan ia justru diperlakukan sebagai objek seperti benda, yang dianggap tidak bisa berpikir dan berkehendak secara bebas-kreatif, maka praktik pendidikan seperti itu menyimpang dari hakikat pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan adalah proses humanisasi (pemanusiaan), bukan malah membuat peserta didik mangalami dehumanisasi (pemerosotan kemanusiaan). Untuk lebih terperinci, maka berikut ini merupakan subjek-subjek pendidikan.
2.1.1 Orang Tua: Pendidik Alami
Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata parents, yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata parens, ayah dan ibu. Kata ini berasal dari kata kerja pario (peperi, partum) yang berarti melahirkan, memperanakan, menjadikan, menghasilkan. Parenti (Italia), parent (Perancis). Nuansa biologis-genealogis dari kata sangat terasa. Mereka disebut parents karena melahirkan anak-anak. (Sudiarja, 2011).
Dari pengertian tersebut di atas, maka orang tua merupakan pendidik alamiah, pertama, utama, dan kodrati. Orang tua dikatakan sebagai pendidik alamiah karena mereka merupakan subjek yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak-anaknya. Orang tua dikatakan sebagai pendidik pertama dalam arti urutan waktu, karena anak-anak itu lahir dan ditampung pertama-tama dalam haribaan mereka. Orang tua juga dikatakan sebagai pendidik utama, bukan lagi dalam urutan waktu, melainkan prioritas hak. Orang tua merupakan pendidik kodrati yang mendapatkan hak untuk mendidik karena kodratnya sebagai orang tua yang sekaligus bertanggung jawab atas seluruh hidup dan masa depan anaknya.
Pendidikan dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama pembentukan watak dan karakter seseorang. Dan yang menjadi subjek pendidiknya adalah orang tua dan subjek didiknya adalah anak-anak. Adapun corak pendidikan dalam keluarga adalah:
• Terselengara secara informal dan tidak terprogram (tanpa kurikulum)
• Dilakukan dalam suasan yang akrab/ intim, kekluargaan, dan kodrati/alamiah
• Diwarnai hubungan yang afektif dari hati ke hati atas dasar kasih sayang
• Bersifat personal (perhatian pada pribaadi-pribadi)
• Diwarnai oleh adanya ikatan primodial (ikatan dasar) keluarga, marga, suku, agama,dll.
• Merupakan arena bagi keteladanan yang mendorong ke arah peniruan.
Hal-hal yang ingin dikembangkan pada diri anak melalui pendidikan dalam keluarga antara lain:
 Pencapaian pribadi yang susila ( berwatak/karakter, berkepribadian, bermoral)
 Kemampuan mengekspresikan diri dan membawakan diri
 Kemantapan identitas atau jati diri
 Tumbuhnya kepercayaan diri dan kemandirian
 Penginternalisasian nilai-nilai tradisi
 Pengembangan bakat-bakat alami
Namun dalam kenyataannya, dalam pelaksanaan pendidikan keluarga ada bermacam-macam permasalahan yang mungkin timbul:
 Krisis keteladanan dari orang tua
 Pengaruh media dan lingkungan sering lebih besar dan tak terkendalikan
 Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian terhadap anak-anaknya.
 Ketidakharmonisan dalam keluarga
2.1.2 Guru: Pendidik Yang Diserahi Kepercayaan
Guru dalam hal ini merupakan teacher (Ing) atau pengajar, pendidik yang diserahi kepercayaan karena tugasnya sebagai subjek yang bertanggung jawab untuk menjalankan pendidikan. Guru juga disebut sebagai pendidik kedua setelah orang tua. Di sini mereka pertama-tama sadar akan perlunya melestarikan bangsa manusia, melalui pendidikan.
Pendidikan dalam Lingkungan Sekolah
Yang menjadi subjek pendidik dalam lingkup sekolah adalah guru dan subjek didiknya (anak didiknya) adalah murid-murid. Adapun corak pendidikan dalam sekolah:
 Terselenggara secara formal, sistematik (berjenjang), dan terprogram (ada kurikulum)
 Dilakukan dalam suasana yang klasikal dan massal
 Secara dominan diwarnai transfer ilmu dan pengembangan pemikiran yang objektif-rasional.
 Menyiapkan murid untuk menjadi manusia yang berpribadi dewasa, cerdas, dan trampil/profesional
 Keteladanan guru sangat menunjang tercapainya tujuan pendidikan
Hal-hal yang dikembangkan dalam diri anak melalui pendidikan di sekolah:
a) Pencapaian pribadi yang dewasa-susila
b) Memiliki skill dan profesionalitas
c) Memiliki kemampuan kognitif yang memadai
Permasalahn yang timbul dalam pelaksanaan pendidikan sekolah:
 Krisis keteladanan dari pihak guru
 Gajih guru yang masih rendah memudarkan motivasi dan dedikasi guru dalam mendidik
 Profesionalitas guru selalu berada dalam tantangan
 Biaya pendidikan yang semakin mahal menimbulkan kesenjangan sosial yang makin melebar
 Mutu pendidikan yang semakin merosot
2.1.3 Subjek Didik atau Anak Didik
Anak-anak yang menerima pendidikan tidak bisa disebut objek pendidikan. Dalam lingkungan keluarga subjek didik adalah anak-anak dan subjek pendidiknya adalah orang tua. Begitu pun dalam lingkungan sekolah, subjek didiknya adalah murid murid dan guru sebagai subjek pendidik. Seorang anak akan dibentuk melalui proses pendidikan baik formal (sekolah) maupun informal (keluarga). Adapun kriteria dari seorang peserta didik:
 Masih anak-anak (belum memiliki pribadi yang dewasa-susila dalam banyak aspeknya)
 Sudah dewasa-susila, tetapi belum sepenuhnya dewasa-susila dalam aspek-aspek tertentu.
 Masih membutuhkan dan menerima pengaruh dari pendidik.

2.2 Molabilitas atau Kelenturan
Manusia itu tidak terlepas dari sifat dasarnya sebagai pribadi yang unik dan memiliki perbedaan dengan manusia lainnya. maka pendidikan dimaksud uantuk mengarahkan siswa menjadi lebih manusiawi (humanior). Dari pengandaian yang berbeda-beda mengenai sifat dasar manusia, akan muncul teori-teori pendidikan yang berbeda pula. Walaupnu demikian, dari berbagai pengandaian itu,kita dapat meyakini satu pengandaian dasar yang diakui oleh semua pendidik, yakni sifat kelenturan (mollabilty) manusia.
Kelenturan dalam hal ini berarti suatu keadaan yang masih bisa dirubah dan dibentuk. Setiap manusia pasti ada titik bosannya. Suatu kebiasaan buruk yang dimiliki manusia pada titik tertentu akan mengalami perubahan. Dan yang paling berperan utama dalam proses perubahan itu adalah pendidikan. Pendidikan dapat menjadikan seseorang lebih manusiawi karena molabilitas atau kelenturan ini mempunyai batas-batasnya. Namun molabilitas atau kelenturan manusia ini harus di pandang secara realistis.
Aristoteles menggunakan istilah “potensi” untuk memperlihatkan kelenturan manusia. Potensi-potensi itu sering kita sebut dengan istilah minat,bakat, dan talenta. Maka potensi itu harus secara terus-menerus direalisasikan atau diaktualkan pada sat-saat yang tepat selama masa pendidikan, sehingga dia bisa mengembangkan dirinya secara utuh dan menjadi semakin manusiawi.
2.3 Identitas atau Jati Diri
Dalam istilah asing “jati diri” disebut “identitas” yaitu dari bahasa Latin (id dan esse/ens); berarti kesamaan antara yang ada (ens) dengan dasar yang tetap dalam dirinya (id); yang terkandung pengertian, manusia yang mempertahankan sesuatu (dasar) yang tetap sama dalam dirinya, seraya ia memperkembangkan (ada) dirinya melalui perubahan-perubahan menurut situasi dan kondisi. Dasar yang sama ini menjadi ciri subjektivitasnya yang terdalam.
Suatu proses selalu dimulai dari titik awal. Demikian juga pendidikan, sejauh bisa dianggap sebagai proses, harus berangkat dari titik awal. Titik awal pendidikan adalah jatidiri manusia. Jati diri merupakan tanda kemandirian seseorang. Kemandirian ini tidak langsung jadi dalam kehidupan manusia, melainkan melalui proses perlahan-lahan yang tidak lain adalah dalam proses pendidikan.
Who am I? Siapakah aku? Ini merupakan pertanyaan reflektif dalam proses menemukan diri. Untuk menjawab pertanyaan di atas dalam proses menemukan diri, bukan nama atau lambang sebagai jawabannya tetapi kepribadian. Suatu kepribadian dibentuk melalui pendidikan baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat ataupun lingkungan sekolah. Proses pendidikan boleh dikatakan sebagai proses pencarian identitas diri yang sesungguhnya.
Kesimpulan
Subjek pendidikan adalah manusia. Manusia merupakan makhluk yang mempunyai martabat paling luhur (tinggi) di antara makhluk lain. Dalam rangka mencapai kepenuhan dirinya sebagai makhluk yang berkodrat dan bermartabat paling luhur di antara makhluk ciptaan lain, manusia perlu dididik. Dalam hal ini memang hanya manusia sajalah yang butuh pendidikan dan yang dapat dididik. Sedangkan binatang hanya mampu dilatih sesuai dengan keinginan manusia. Jika manusia tidak dididik, maka potensi-potensi dasariah yang ia miliki tidak akan dapat berkembang dan terrealisasikan dengan sendirinya secara penuh. Potensi-potensi tersebut tidak dapat secara otomatis berkembang atau terrealisasi dengan sendirinya seiring dengan pertumbuhan jasmaninya.
Oleh karena itu sebagai subjek pendidik harus sungguh-sungguh mengenal dan memahami potensi-potensi yang ada pada subjek didiknya. Jadikan subjek didik sebagai modal yang dibekali dengan berbagi potensi untuk generasi yang akan datang.
=SEKIAN=
DAFTAR PUSTAKA
Adimasana, Y.B. 2007. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: USD.
Dick, Hartoko (ed.). 1985. Memanusiakan Manusia Muda. Yogyakarta: Kanisius.
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sudiarja, A. 2011. Persoalan Filosofis dalam Pendidikan. Yogyakarta: FKIP USD.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN, METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)

Kalimat Efektif

Hubungan Perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar

Membangun Kekuatan Rakyat Samora Machel