Jual Pulau, Bayar Utang Negara

Hahahahaha…. Paduan suara para tukang becak terdengar lantang dan ramai. Angkringan kecil milik pak Joko, laris terjual di senja itu. Tepat di pertigaan Jln. Moses Gejayan, para tukang becak itu bercanda ria. Mereka terlihat sangat serius di balik canda tawa mereka, seakan yang mereka perbincangkan merupakan hal-hal yang sangat ilmiah. Setelah aku mencoba merapat ke sana, ternyata benar dugaanku. Mereka sedang memperbincangkan persoalan yang sangat penting. Mereka berdebat.
Dari atas sebuah becak yang tak jauh dari angkringan itu, Pak Heru angkat bicara.
”Kalian tahu nga, Indonesia ini memiliki kurang lebih 19.000 pulau. Ada yang sudah diberi nama, ada pula yang belum diberi nama, ada yang berpenghuni dan ada pula yang tak dihuni.”
”Emangnya kenapa?” Tanya Pak Tono bingung.
”Kalian juga perlu ketahui bahwa negara kita punya banyak utang. Menurut kalian, setuju ngga kalau pemerintah menjual lima pulau untuk melunasi utang negara kita?” Sambung Pak Heru.
Suasana pun sepi, seakan memberi kesempatan untuk mereka berpikir tentang pernyataan Pak Heru. Kelima temannya termasuk pak Tono pun serempak menjawab.
”TIDAK SETUJU”
Sesaat kemudian pun mereka kembali diam membisu. Tak seorang pun memberikan alasan atas jawaban mereka. Entah apa yang mereka pikir dan rasakan saat itu. Aku pun bingung untuk menentukan pilihan antara setuju dan tidak. Sambil mengaduk kopi hitam pesanan saya, Pak Joko angkat bicara.
“Saya SETUJU!” Tegas Pak Joko.
Semua mata terarah dengan melototnya ke arah Pak Joko. Suasana mulai panas dan hembusan nafas teman-temannya itu memberi kode kontra dengan jawaban Pak Joko.
“Lho kok setuju sich? Malu dong, di mana eksistensi bangsa kita jika hal itu terjadi?” Tanya Pak Tono dengan nada sedikit naik. Kelima temannya pun menganggukkan kepala pertanda setuju dengan Pak Tono.
“Gini mas, kalau Indonesia jual lima pulau untuk lunasi utang negara, jumlahnya tetap kurang lebih 19.000 pulau kan?” Sambung Pak Joko.
“Malu ah… nanti negara lain bilang apa? Seperti kata Nagabonar, ‘apa kata dunia’?” Pak Heru mencoba memecahkan suasana.
“Saya tetap tidak setuju mas Heru. Negara kita puna martabat dan harga diri. Bagaimana dengan anak cucu kita nanti ketika suatu saat bumi ini penuh dengan manusia? Mau dikemanakan.” Tambah Pak Tono.
Pak Joko pun tidak ingin kalah. “Apakah harga diri bangsa kita hanya berada pada beberapa pulau itu? Belum lagi besok-besok direbut Malaysia, kasihan kan?” Alangkah lebih berharganya jati diri bangsa ini jika utangnya terlunasi. Saya yakin, Indonesia pasti lebih maju ke depannya.” Sambung Pak Joko.
Semuanya pun terdiam dan menganggukkan kepala walaupun belum puas dengan jawaban sederhana Pak Joko.
“Hei, ngapain ngurus negara yang selalu bingung ini. Sana, nyari penumpang. Gimana kasi makan anak istri kita nanti malam?” Sambar Pak Heru sambil tersenyum puas dengan perdebatan kawan-kawannya.
Mereka pun tertawa dan saling olok-olokan lalu beranjak dari tempat duduk mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)

Bahasa Jurnalistik (Drs. AS Sumadiria M. Si.)

Kalimat Efektif

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008