Bom, Pemberontakan atau Peralihan Isu?

Bom yang meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Jebres, Solo (25/9), kini menjadi perhatian berbagai media di tanah air. Berbagai pandangan dan pendapat menghiasi setiap media baik TV, cetak, maupun online. Ada yang berpendapat, pengeboman yang terjadi tidak ada hubungannya dengan agama dan ada pula yang mengatakan bahwa, pengeboman tersebut merupakan lanjutan atau ada hubungannya dengan pengeboman yang terjadi di Cirebon pada 15 April 2011 yang lalu.

Namun tanpa kita sadari, berbagai persoalan yang kita ketahui dari berbagi media merupakan hasil campur tangan para politikus. Ada begitu banyak persoalan yang terjadi sekarang ini. Dari persoalan yang terjadi, ada beberapa oknum yang berusaha mengalihkan perhatian masyarakat tentang persoalan yang sedang terjadi agar masalah itu tidak diteruskan lagi atau perlahan hilang dari sorotan media.

Seperti yang kita ketahui bersama, suatu media jurnalime menyajikan berbagi berita yang menarik dan dalam waktu yang sesingkat-singkat mungkin. Sadar atau tidak, ada orang yang memanfaatkan itu untuk keperluan politik. Misalnya, ada persoalan besar yang terjadi. kemudian oknum-oknum tersebut mencoba menyebarkan isu baru tentang suatu persoalan baru atau dengan membuat persoalan baru yang kiranya bisa mengalihkan perhatian media. Nah, media pun beralih pada persoalan baru itu dan persoalan besar yang sedang terjadi dilupakan atau “berhenti sementara”. Persoalan baru itu dibesar-besarkan sehingga fokus media terus berada pada berita yang baru itu.

Dengan demikian, kita harusnya menyadari bahwa, kelebihan yang kita miliki dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk kepentingan mereka sendiri. Kita sebagai rakyat kecil hanya mampu mengikuti beritanya dan menyaksikan percaturan politik di negara ini. Kita hendaknya tidak pasrah dengan kenyataan yang kini ada di tanah air kita. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus berpikir kritis terhadap berbagai persoalan agar cita-cita bangsa yang berlandaskan pancasila dapat terwujud dan dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia tanpa ada perbedaan.

Terorisme adalah penggunaan teror sistematis, terutama sebagai sarana pemaksaan. Definisi umum dari terorisme hanya mengacu pada tindakan-tindakan kekerasan yang dimaksudkan untuk menciptakan ketakutan (teror), yang dilakukan untuk tujuan, agama, politik atau ideologis, dan sengaja target atau mengabaikan keamanan non-kombatan (warga sipil). Beberapa definisi sekarang mengecualikan tindakan terorisme negara dan beberapa juga termasuk tindak kekerasan yang melanggar hukum. Penggunaan taktik yang sama oleh organisasi kriminal untuk raket perlindungan atau untuk menegakkan kode keheningan biasanya tidak berlabel terorisme meskipun tindakan ini yang sama dapat diberi label terorisme bila dilakukan oleh kelompok bermotif politik.

Hubungan antara terorisme domestik dan demokrasi sangat kompleks. Terorisme adalah yang paling umum di negara-negara dengan kebebasan politik menengah, dan paling umum di negara-negara paling demokratis. Namun, satu studi menunjukkan bahwa terorisme bunuh diri mungkin merupakan pengecualian untuk aturan umum ini. Bukti tentang metode terorisme tertentu mengungkapkan bahwa setiap kampanye bunuh diri modern telah menargetkan demokrasi-negara dengan tingkat kebebasan politik yang cukup.

Dengan demikian, pengeboman yang terjadi ini bisa saja sebagai bentuk pemberontakan atau ketidakpuasan kelompok-kelompok tertentu dengan keputusan serta situasi dan kondisi yang terjadi sekarang ini di Indonesia. Namun, sangat disayangkan jika ingin memberontak dengan mengorbankan nyawa sendiri dan orang lain. Akan tetapi, di sana uang bekerja. Demi perbaikan ekonomi, mengorbankan nyawa serta membuat ketidaknyamanan bagi semua orang. Harapannya semoga pihak yang terkait bisa menyelesaikan persoalan ini hingga ke akarnya. Kasihan rakyat kecil yang jadi korban. Jangan sampai gara-gara persoalan ini dapat menimbulkan perpecahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Linguistik Historis Komparatif

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008

Resensi Novel : “Birunya Langit Cinta”

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)