Aspek Psikologis Belajar Bahasa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pemberian latihan atau pengalaman terhadap seseorang atau sekelompok orang agar terjadi perubahan yang relatif tetap. Pembelajaran ini dapat dilakukan pada suatu lembaga formal terstruktur maupun pada suatu lembaga secara insidental. Bila dilakukan pada lembaga formal terstruktur maka pembelajaran ini dapat disebut sebagai suatu proses pembiasaan atau pelaziman yang dilakukan untuk memperoleh suatu tingkah laku yang baru setelah mengikuti pembiasaan baru setelah mengikuti pembiasaan itu. Pembelajaran yang dilakukan secara insidental biasa disebut sebagai sebuah pelatihan yang dilakukan untuk memperoleh suatu pola tingkah laku yang baru meskipun kualitasnya tidak sebesar pembelajaran di lembaga formal.
Sebenarnya banyak teori pembelajaran yang diperkenalkan ahli psikologi dalam usaha mereka untuk membantu agar konsep pembelajaran lebih dipahami orang. Teori-teori pembelajaran yang berkembang abad ke-XX ini, yang terlihat saling bertentangan dan melengkapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, yang bersandar pada teori Stimulus-Respons dari psikologi behaviorisme, dan kedua yang bersandar pada teori psikologi kognitifisme. Dalam makalah ini, kami mencoba untuk memaparkan mengenai teori pembelajaran dalam psikologi, baik menurut pandangan psikologi behaviorisme (Stimulus-Respons) maupun psikologi kognitifisme.

B. Topik
Dalam makalah ini kami selaku penulis ingin memaparkan topik tentang teori pembelajaran dalam psikologi. Dalam makalah ini juga terdapat sub topik yang ingin kami paparkan. Sub topik yang akan kami paparkan adalah tentang teori psikologi behaviorisme dan teori psikologi kognitifisme. Tujuan dari adanya sub topik ini tidak lain adalah berfungsi untuk mempermudah dan memperjelas dalam pembahasan masalah dan penyusunan makalah.


C. Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah tentang teori pembelajaran dalam psikologi ini dapat terarah, maka perlu adanya suatu rumusan masalah. Adapun rumusan masalah tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Teori apa sajakah yang didasarkan pada teori Stimulus-Respons dari teori psikologi behaviorisme beserta tokohnya?
2. Teori apa sajakah yang didasarkan pada teori psikologi kognitifisme beserta tokohnya?

D. Tujuan
Tujuan penulisan makalah akan memandu kearah hasil tertentu yang diharapkan. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui teori apa sajakah yang didasarkan pada teori Stimulus-Respons dari teori psikologi behaviorisme beserta tokohnya.
2. Untuk mengetahui teori apa sajakah yang didasarkan pada teori psikologi kognitifisme beserta tokohnya.

E. Metode
Dalam rangka mencapai tujuan yang telah dikemukakan, dipergunakan cara berfikir yang fleksibel dan terbuka. Dalam makalah ini studi pustaka (Library Research) dipilih sebagai metode pengumpulan data. Studi pustaka (Library Research), yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengadakan kajian terhadap berbagai sumber buku dan literatur yang berkaitan dengan topik makalah. Setelah melakukan studi pustaka (Library Research), data-data yang telah diperoleh kemudian disusun menjadi sebuah konsep.

F. Sistematika Penyajian
Makalah ini memaparkan mengenai teori pembelajaran dalam psikologi, baik menurut pandangan psikologi behaviorisme (Stimulus-Respons) maupun psikologi kognitifisme beserta ahli yang mengemukakan teori tersebut.



BAB II
HUBUNGAN LINGUISTIK DENGAN
TEORI BELAJAR BAHASA

Secara etimulogis kata psikologi berasal dari tunani kuno psyche yang berarti jiwa, roh, atau sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikolog adalah ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah ilmu jiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, psokologi mengkaji sisi-sisi manusia dari segi yang bisa diamati. Caranya yaitu dengan mengkaji hakikat rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu, dan mengkaji hakikat proses-proses akal yang berlaku sebelum prose situ terjadi.
Para ahli psikologi belakangan ini menganggap psikologi sebagai suatu ilmu yang mencoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang mengatur segala tingkah laku. Tujuan pengkajian itu adalah untuk menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol perilaku manusia. Karena itu dikenal psikologi mentalisrik, behavioristik dan kognitifistik. Psikolgi mentalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utamanya adalah mencoba mengkaji proses-proses akal manusia dengan cra menginstropeksi atau mengkaji diri. Psikologi kesadaran disebut juga psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan proses akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu rangsangan terjadi.
Psikologi behavioristik melahirkan psikologi perilaku. Tujuan utamanya adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku. Pakar psikologi perilaku tidak mengkaji ide-ide, pengertian, kemauan, keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi, namun yang dikaji adalah peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret, yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi kognitif mencoba mengkaji proses-proses kognitif manusia secara ilmiah. Proses kognitif adalah proses akal (pikiran, berfikir) menusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan perilaku manusia. Hal utama yang dikaji psikologi kognitif adalah bagaimana cara manusia memperoleh, mengatur, menafsirkan, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa.
Perbedaan dengan psikologi kesadaran (yang berdasar pada mentalisme tradisional) adalah dahwa menurut mentalisme proses-proses akal itu terjadinya setelah terjadi rangsangan. Sedang menurut psikologi kognitif proses-proses akal itu dapat terjadi karna adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan lebih dahulu. Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas, termasuk psikologi bahasa.
Lingistik dapat diartikan sebagai ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa, sedangkan bahasa merupakan fenomena yang hadir dalam segala kehidupan aktifitas manusia. Bidang-bidang lingistik adalah sebagai berikut:
1. Menurut objek kajiannya
a. Linguistik mikro, mengkaji struktur internal bahasa itu sendiri, mencakup struktur fonologi, sintaksisi, dan leksikon.
b. Linguistik makro, mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi.
2. Menurut tujuannya
a. Linguistik teoretis, untuk mencari atau menemukan teori-teori linguistik baru saja.
b. Linguistik terapan, bertujuan untuk menerapkan kaidah-kaidah dalam kegiatan praktis seperti dalam pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya.
3. Menurutsejarah
a. Linguistik sejarah, mengkaji perkembangan dan perubahan suatu bahasa atau sejumlah bahasa baik dengan dibandingkan atau tidak.
b. Sejarah linguistik, mengkaji perkembangan ilmu linguistik baik mengenai tokoh-tokohnya, aliran-aliran teorinya, maupun hasil kerjanya.

Dalam hubungannya dengan psikologi linguistik biasa diartikan sebagai ilmu yang mencoba mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang.
1. Teori Ferdinand De Sausure
Ferdinand De Saussure (1858-1913) adalah seorang linguis Swiss yang sering disebut sebagai bapak atau pelopor Linguistik Modern. Bukunya yang terkenal Course Of Linguistique Generale (1916) diterbitkan oleh murd-muridnya Bally dan Schehaye, berdasarkan catatan kuliah, setelah beliau meninggal De Saussure disebut sebagai “Bapak Linguistik Modern” karena pandangan-pandangannya yang baru mengenai studi bahasa yang di muat dalam bukunya itu. Pandangan-pandangannya itu antara lain mengenai (1) telah sinkronik dan dikronik dalam studi bahasa, (2) perbedaan langue dan parole, (3) perbedaan signifiare dan signifie’, sebagai pembentuk signe’lingustique, dan (4) hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif dan paradigmatic (lihat chaer, 1964).
De Saussure menjelaskan bahwa perilaku bertutur atau tindak tutur (speech act) sebagai satu rangkaian rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih , seperti antara A dengan B. Perilaku betutur ini terdiri dari dua bagaian kegiatan yaitu bagaian luar dan bagian dalam.
Bagian luar dibatasi oleh mulut dan telinga sedangkan bagaian dalam oleh jiwa atau akal tyang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar dan pembicara.
Jika A berbicara maka B menjadi pendengar dan jika B berbicara maka A jadi pendengar.


2. Teori Leeonard Bloomfield
Leeonard Bloomflied(1887-1949) seorang tokoh linguistik Amerika sebelum mengikuti aliran Behaviorisme dari Watson dan Weiss, adalah seorang penganut paham mentalisme yang sejalan dengan teori psikologi Wundt .kemudian beliau menentang mentalisme dan mengikuti aliran perilaku atau behaviorisme.
Bloomfield menerangkan makna (semantik) dengan rumus-rumus behaviorisme.
Unsur-unsur linguistic diterangkannyaberdaasarkan distribusi unsure-unsur tersebutdi dalam lingkungan (environment) di mana unsur-unsur itu berada.


3. Teori John Rupert Firth
John Rupert Firth (1890-1960) adalah seorang linguis Inggris yang pada tahun 1944 mendirikan sekolah linguistic deskriptif di London.
Menurut Firth struktur bahasa ituterdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantic. Yaitu menjadi unsurdalam tingkatan fonetik adalah fonem, yang menjadi unsur tingkatan dalam morfologi adalah morfem , yang menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori-kategori sintaksis dan yang menjadi unsure dalam tingkatan sematik adalah kategori-kategori sematik.


4. Teori Noam Chomsky
Noam Chomsky adalah Linguis Amerika yang dengan teori tata bahasa generatif transformasinya dianggap telah membuat satu sejarah baru dalam psikolinguistik.
Dalam sejarah pertumbuhannya teori Chomsky ini dapt dibagi atas empat fase, yaitu :
1) Fase generative transformasi klasik yang bertumpu pada buku Syntactic Structure ntara tahun 1957-1964
2) Teori standar yang bertumpu pada buku Aspect of The Theory of Syantac antara tahun 1965-1966
3) Fase teori standar yang diperluas antara 1967-1972
4) Fase sesudah teori standar yang diperluas antara 1973 sampai kini
Menurut Chomsk perkembangan teori linguistic dan psikologi yang sangat penting dan perlu di ingat dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut.
1) Aspek kreatif penggunaan bahasa.
2) Keabstrakan lambang-lambang linguistik.
3) Keuniversalan struktur dasar linguistic.
4) Peranan organisasi intelek nurani (struktur dalam) di dalam proses lognitif/mental


BAB III
TEORI-TEORI STIMULUS-RESPONS
DARI PSIKOLOGI BEHAVIORISME

Disebut teori Stimulus-Respons karena teori ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan respons (reaksi, gerak balas). Teori ini berawal dari hasil eksperimen Ivan P. Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia, terhadap seekor anjing percobaannya.

A. Teori Pembiasaan Klasik dari Pavlov
Teori pembiasaan klasik merupakan teori pertama dalam teori Stimulus-Respons. Teori ini ditemukan secara kebetulan oleh Ivan P. Pavlov (1848–1936), seorang ahli fisiologi bangsa Rusia. Sewaktu beliau mengkaji proses pencernaan hewan, dia mendapati bahwa sebelum seekor anjing mulai memakan makanan, air liurnya telah lebih dahulu keluar.setiap kali anjing yang diamati melihat makanan, air liur anjing selalu keluar. Maka Pavlov ingin melatih anjing itu untuk mengeluarkan air liurnya sekalipun makanan tidak diberikan.
Untuk mencapai hal itu Pavlov merancang sebuah eksperimen yakni dengan membunyikan lonceng sebelum anjing diberi makan. Dengan membunyikan lonceng saja, tanpa diikuti pemberian makanan, tidak pernah membuat aning mengeluarkan air liurnya. Namun, dengan pemberian makanan, membuat anjing itu mengeluarkan air liurnya. Anjing berarti telah mempelajari bahwa bunyi lonceng bermakna makanan akan muncul, oleh karena itu, air luirnya akan keluar. Maka Pavlov mengambil kesimpulan bahwa anjing telah dilazimkan untuk bertindak terhadap rangsangan yang baru, yaitu lonceng yang sebelumnya tidak pernah menyebabkan anjing mengeluarkan air liur.
Air liur yang keluar sekalipun hanya karena mendengar bunyi lonceng disebut disebut respons yang dibiasakan. Sedangkan rangsangan atau stimulus yang menyebabkannya, yaitu bunti lonceng disebut stimulus yang dibiasakan. Eksperimen Pavlov terdiri dari empat elemen, yaitu:
a. Stimulus yang tidak dibiasakan (STD), seperti makanan yang selalu membangkitkan reaksi tertentu.
b. Respons tidak dibiasakan (RTD), seperti mengeluarkan air liur ketika STD muncul.
c. Stimulus yang dibiasakan (SD), seperti bunyi lonceng yang pada mulanya peristiwa yang belum dilazimkan tidak membangkitkan respons yang dikehendaki.
d. Respons yang dibiasakan (RD), seperti mengeluarkan air liur meskipun hanya mendengar bunyi lonceng.
Dari eksperimen itu Pavlov beranggapan bahwa pembelajaran merupakan rangkaian panjang dari respons-respons yang dibiasakan. Menurut teori pembiasaan klasik, kemampuan seorang untuk membentuk respons-respons yang dibiasakan berhubungan erat dengan jenis system yang digunakan. Teori ini percaya adanya perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar. RD dapat diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan intensif. Pavlov tidak tertarik dengan pemahaman yang disebut insight (kecepatan melihat hubungan-hubungan di dalam pikiran).

B. Teori Penghubungan dari Thorndike
Teori ini diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike (1874―1919), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Teori ini dimulai dengan eksperimen yang disebut trial and error. Dalam eksperimen ini thorndike menempatkan seekor kucing di dalam sebuah sangkar. Sangkar tersebut dapat dibuka dari dalam dengan menekan sebuah engsel. Dalam usahanya untuk keluar, kucing itu mencakar kesana kemari. Lalu secara kebetulan kakinya menginjak engsel sehingga pintu sangkar terbuka dan dia bisa keluar. Eksperimen itu diulangi oleh Thorndike dan kucing itu berperangai yang sama. Setelah eksperimen itu beberapa kali dilakukan berturut-turut jumlah waktu yang diperlukan kucing untuk membuka pintu semakin sedikit.
Dari eksperimen tersebut Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menghubung-hubungkan system saraf dan tidak ada hubungannya dengan insight. Maka teori pembelajarannya disebut connectionism atau S–R bond theory. Yang dihubung-hubungkan dalam system saraf adalah peristiwa fisik dan mental dalam pembelajaran. Thorndike merumuskan dua kaidah hukum pembelajaran yang utama, yaitu:
1. The law of exercise (hukum latihan), merupakan hukum pembentukan kebiasaan atau tabiat.
a. The law of use (hukum guna)
b. The law of disuse (hukum jarang guna)
2. The law of effect (hukum akibat), merupakan istilah dari reinforcement atau penguatan. Jika suatu peristiwa memberi hasil yang memuaskan maka hubungan antara situasi dengan perilaku akan diperkuat, dan perilaku akancenderung diulang. Sebaliknya jika hasil tidak memuaskan maka perilaku jarang atau tidak diulang lagi.
Jadi teori ini pada dasarnya menerangkan tiga prinsip yang dapat dirumskan sebagai berikut:
1. Jika suatu organism bersedia melakukan tindakan, maka menyelesaikan suatu tindakan itu akan menimbulkan kepuasan hati.
2. Jika satu urutan rangsangan (stimulus)―gerak balas (respons) diikuti oleh satu keadaan yang memuasakan hati, maka hubungan S–R itu akan diperkuat, sementara pengganggu akan menghentikan pengulangan hubungan itu.
3. Hubungan-hubungan S–R dapat diperkuat melalui latihan-latihan.

C. Teori Behaviorisme dari Watson
John. B Watson (1878–1958) merupakan seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Menurut Watson tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku, dan tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons). Sedangkan hal-hal yang terjadi di dalam otak tidak ada kaitannya dengan kajian. Maka menurut Watson, tidak ada perbedaan antara menusia dan hewan.Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi, semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus–respons.
Watson mengadakan penelitian terhadap Albert seorang bayi berumur 11 bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira yang tidak takut terhadap tikus putih berbulu halus. Albert sangat senang bermain dengan tikus putih itu. Dalam eksperimen ini, Watson memulai proses pembiasaan ini dengan memukul sebatang besi dengan palu setiap Albert mendekar dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya Albert menjadi takut terhadap tikus putih dan juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng sinterklas berjanggut putih. Dengan eksperimen itu Watson menyatakan bahwa dia telah berhasil membuktikan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyat.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting, yaitu:
1. Recency principle (prinsip kebaruan)
Jika stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemuungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respos yang sama bila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada jika stimulus itu diberikan setelah lama berselang.
2. Frequency principle (prinsip frekuensi)
Bila suatu stimulus diberikan lebih sering menimbulkan suatu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain lebih besar.

D. Teori Kesegeraan dari Guthrie
Teori kesegeraan atau kedekatan (dalam bahasa Inggris biasa disebut temporal contiguity) diperkenalkan oleh E. R. Guthrie. Menurut Guthrie, kesegeraan merupakan kunci pembelajaran dalam teori ini dan penguatan tidaklah begitu penting karena penguatan hanya berfungsi sebagai salah satu faktor yang mencegah organisme mencoba respons yang lain. Guthrie juga berpendapat bahwa pembelajaran tidak dapat berlangsung secara perlahan lahan tetapi secara coba tunggal (single trial). Oleh karena itu, latihan dan ulangan diperlukan untuk membiasakan stimulus baru menimbulkan respons apa yang dikehendaki.
Jika respons yang dikehendaki terjadi berulang – ulang, maka organisme akan cenderung tidak memberikan respons lain. Pembelajaran coba tunggal (single trial learning) yang dianjurkan oleh Guthrie ini memerlukan pengaturan keadaan sedemikian rupa sehingga stimulus – stimulus yang diberikan haruslah menimbulkan respons – respons yang benar. Oleh karena itu, kesalahan – kesalahan haruslah dihilangkan dengan cara mengkaji stimulus dengan seksama agar menimbulkan respons yang betul bersama – sama dengan stimulusnya.

E. Teori Pembiasaan Operan dari Skinner
Teori pembiasaan operan atau yang sering disebut dengan pembiasaan instrumental diperkenalkan oleh B. F. Skinner (seorang ahli psikologi Amerika). Skinner percaya bahwa proses pembelajaran didasarkan pada penguatan. Teori tentang pembiasaan operan dijelaskan Skinner melalui percobaannya dengan seekor tikus. Di dalam sebuah kotak yang disebut kotak Skinner terdapat sebuah kaleng kotak makanan, dan di luar terdapat alat untuk menjatuhkan biji-bijian ke dalam kaleng tersebut. Setiap kali makanan jatuk ke dalam kaleng maka terdengar bunyi “ting”. Seekor tikus dimasukkan ke dalam kotak Skinner tersebut. Biji makanan akan jatuh jika sebatang besi yang disisipkan ke dalam kotak itu dipijak oleh tikus. Pada waktu tikus itu lapar, secara kebetulan tikus itu memijak batang besi, dan biji-bijian akan jatuh ke kaleng makanan. Setelah beberapa kali tikus mengetahui apabila ia menekan besi maka makanan akan jatuh ke dalam kaleng.
Biji makanan adalah penguat (reinforce), peristiwa penekanan batang besi disebut peristiwa penguatan (reinforcing event), munculnya makanan disebut rangsangan penguat (reinforcing stimulus), sedangkan perilaku tikus merupakan perilaku yang dibiasakan (conditioned response). Perilaku yang dibiasakan bersifat operan/instrumental menyebabkan munculnya biji makanan. Tingkah laku operan berpengaruh terhadap lingkungan, dan lingkungan yang dipengaruhi memberikan hadiah sebagai penguatan kepada pelaku kegiatan (dalam hal ini tikus). Hadiah yang menjadi penguat ini meyebabkan tikus akan menekan batang besi ketika lapar.
Bagi Skinner, dalam pembelajaran, guru merupakan arsitek utama dalam pembentukan tingkah laku siswa agar siswa dapat bertutur sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa. Tujuan pembelajaran dibagi dalam tugas–tugas kecil yang diperkuat satu demi satu agar serangkaian perbuatan (operan) dapat diperkuat dan menambah kemungkinan perbuatan tersebut di kemudian hari. Menurut Skinner, yang harus diperhatikan adalah hubungan antara stimulus dan respons yang langsung dapat diamati, jangan memikirkan hubungan antara keduanya karena hubungan–hubungan yang ada tidak dapat diamati.
Skinner memaparkan bahwa perilaku berbahasa lebih banyak dipengaruhi oleh rangsangan (stimulus) dari luar serta pengukuhan (reinforcement). Skinner tidak menerima akan adanya pendapat yang menyebutkan bahwa “kepandaian belajar bahasa seseorang dibawa sejak lahir”, karena pembelajaran bahasa diperoleh sebagai hasil belajar. Mengenai pemerolehan bahasa Ibu oleh anak – anak, Skinner berpendapat bahwa pemerolehan tersebut berlangsung secara berangsur – angsur dan mengikuti peristiwa – peristiwa tertentu.

F. Teori Pengurangan Dorongan dari Hull
Teori pengurangan dorongan atau ketegangan diperkenalkan oleh Clark Hull pada tahun 1952. Teori ini mempunyai empat peringkat pembelajaran, yaitu:
a. Peringkat 1, merupakan variabel bebas yang dapat berdiri sendiri, misalnya pengalaman-pengalaman lama, ganjaran-ganjaran, dan sejumlah rangsangan.
b. Peringkat 2 dan 3 merupakan variabel penengah, misalnya dorongan atau ketegangan, motivasi yang berupa ganjaran, kekuatan yang mengikat rangsangan respons, dan kecenderungan organ tubuh memberikan respons jika terjadi rangsangan.
c. Peringkat 4 merupakan variabel tidak bebas, misalnya frekuensi terjadinya respons, kecepatan respons, dan ketahanan respons.
Teori ini memiliki tujuan utama untuk memprediksi dan mendeskripsikan sebuah perilaku. Untuk mencapai tujuan ini, suatu sistem hukum yang pasti harus dibuat berdasarkan kesimpulan yang dapat diuji dengan eksperimen. Menurut Hull, pembelajaran bergantung pada pengukuhan utama dan pengukuhan kedua, meskipun kekuatan suatu respons tergantung pada peringkat dorongan pada saat tertentu. Yang terpenting dari teori ini adalah peningkatannya sedikit ke arah penerimaan, yakni adanya sesuatu yang menengahi diantara rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons), yaitu dorongan atau ketegangan yang muncul karena tercapainya suatu tujuan tertentu. Karena adanya tujuan dari organ untuk mencapai sesuatu, maka harapan untuk mencapaui tujuan tersebut telah mendorong organ untuk bereaksi.

G. Teori Meditasi dan Osgonal
Teori meditasi atau penengah (mediation theory), yang termasuk kelompok teori S-R diperkenalkan oleh Osgood (1953, 1962). Terori meditasi ini merintis lahirnya teori–teori kognitif, karena mengakui adanya faktor meditasi atau penengah di antara rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons). Teori-teori yang termasuk kelompok neobehaviorisme sangat tertarik pada proses-proses yang berlaku sebagai penengah atau meditasi antara stimulus dan respons. Osgood juga telah menjelaskan proses pemerolehan sematik (makna) berdasarkan teori meditasi atau penengah ini.
Teori meditasi menerangkan pembelajaran menurut rumus:
S rm sm R
Keterangan:
S = Stimulus
rm = Respons mediasi
sm = Stimulus mediasi
R = Respons
Menurut Osgood makna merupakan hasil proses pembelajaran dan pengalaman seseorang dan merupakan satu proses meditasiuntuk melambangkan sesuatu. Makna sebagai proses meditasi pelambang dan merupakan satu bagian yang distingtif dari keseluruhan respon terhadap satu obyek yang telah dibiasakan pada kata untuk objek tersebut.
Osgood ( 1953) juga memperkenalkan konsep sign (tanda atau isyarat) sehubungan dengan makna ini. Yang dimaksud dengan sign adalah satu pola rangsangan yang memunculkan satu respon penengah dalam organ (manusia). Respon penengah atau meditasu ini hanyalah bagian kecil saja dari keseluruhan stimulus (perilaku) yang biasanya dimunculkan oleh objek asli. Menurut Osgood, kata-kata adalah sign yang telah dibiasakan pada bagian tertentu dari keseluruhan respons objek asli dan berfungsi dalam perilaku sebagai proses meditasi pelambang.

H. Teori Dua Faktor dari Mouwer
Secara lengkap teori bernama teori dua faktor yang disempurnakan (revised two factor theory). Teori ini yang masih termasuk golongan teori S-R diperkenalkan oleh D. Hobart Mouwer (1960). Teori ini disebut teori dua faktor yang disempurnakan karena menurut Mouwer ada dua jenis pengukuhan, padahal teori sebelumnya hanya menggangap ada satu jenis pengukuhan. Kedua jenis pengukuhan itu, menurut Mouwer adalah :
1. Pengukuhan bertambah (incremental reinforcement)
2. Pengukuhan berkurang (decremental reinforcement)
Pengukuhan bertambah lazim juga disebut sebagai hukuman ke dua atau tambahan, karena perasaan takut atau perasaan kecewa telah dibangkitkan atau ditambah dengan pengukuhan ini. Menurut Mouwer hanya perasaan (emosi) saja yang dapat dibiasakan, sedangkan perilaku tidak dapat. Jadi setiap respons yang dilazimkan merupakan satu respons emosi yang bertindak sebagai suatu dorongan yang merangsang seseorang untuk bertindak. Jadi menurut Mouwer perasaan takut, mengharap sesuatu, lega, dan kecewa merupakan reaksi penengah atau mediasi yang telah dilazimkan terhadap rangsangan yang berhubungan dengan respons yang menyebabkan hukuman.
Pengukuhan berkurang merupakan ganjaran karena dengan berkurangnya pengukuhan keteganagn yang disebabkan oleh perasaan takut menjadi berkurang dan dengan demikian pengharapan atau perasaan lega telah dibangkitkan. Teori Mouwer ini sebenarnya masih lebih cenderung kepada behaviorisme karena emosi-emosi itu harus terlebih dahulu dibiasakan terhadap rangsangan lingkungan sebelum mendapat kekuatan sendiri untuk membangkitka reaksi.
Teori ini diterapkan juga oleh Mouwer dalam pengkajian pemerolehan bahasa. Teori pemerolehan bahasa ibu yang diperkenalkan oleh Mouwer disebut self satisfaction theory (teori pemuasan diri). Bayi mendengarkan kata-kata pertama dari ibunya yang juga memberikan perasaan kasih sayang. Maka bayi menirukan kata-kata ibunya untuk merasakan kehadiran ibu yang dicintainya. Jadi emosi kasih sayang terhadap ibu menjadi pengukuhan tambahan.


















BAB IV
TEORI-TEORI KOGNITIF

Teori-teori kognitif ini pada awal kelahirannya dimulai dengan penggabungan teori S-R dan teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Di sini yang dimaksud dengan teori kognitif adalah pengkajian bagaimana caranya persepsi mempengaruhi perilaku dan bagaimana caranya pengalaman mempengaruhi persepsi.
A. Teori Behaviorisme Purposif dari Tolman
Gabungan dari kedua teori hubungan S-R dan Gestalt, telah dimanfaatkan oleh Tolman dalam melahirkan teori pembelajaran kognitif. Teori Behaviorisme purposif yang diperkenalkan oleh Tolman mengajarkan bahwa apabila suatu rangsangan tertentu menimbulkan respons tertentu, maka akan kita lihat rangsangan itu dalam perspektif yang baru. Selain memusatkan perhatian yang besar kepada rangsangan dan respon luar, teori behaviorisme purposif juga memasukan konsep kognisi ke dalam sistemnya, dan melihat perilaku secara keseluruhan, todak dari satu bagian kecil tertentu.

B. Teori Medan Gestalt dari Wetheimer
Teori-teori medan gestalt adalah sejumlah sarjana Jerman. Mereka adalah Max Wertheimer (1880-1943), Wolfgang Kohler (1887), Kurt Koffka (1886-1941), dan Kurt Lewis(1890-1947). Kata gestalt berasal dari bahasa Jerman yang secara harfiah berarti “keseluruhan”. Dalam sejarahnya teori gestalt muncul sebagai reaksi keras terhadap prisip-prinsip trial and error yang dilakukan Thorndike dan para pengikutnya. Dalam percobaan ini, Thorndike menghilangkan sama sekali prinsip kesadaran dan teori pembelajarannya. Dan hal ini dianggap oleh gestalt sebagai sesuatu kesalahan besar.
Menurut Wertheimer, teori pemebelajaran hanya mungkin memepunyai makana jika kesadaran diikutsertakan sebagai satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi dan pembelajaran.

Gestalt memperkenalkan lima buah hukum organisasi sebagai berikut:
1. Hukum Pragnanz
2. Hukum Kesamaan
3. Hukum Proksimiti atau Kedekatan
4. Hukum Penutupan
5. Hukum Kelanjutan Baik

C. Teori Medan dari Lewis
Teori medan deperkenalkan oleh Kurt Lewin setelah meninggalkan teori medan gestalt dan lalu mengembangkan teorinya sendiri. Dalam hal ini Lewin mengembangkan satu konsep penting dalam teorinya yang hamper sama dengan teori medan gestalt, yakni konsep ruang penghidupan, di mana setiap perilaku berlangsung. Menurut Lewin ruang penghidupan seseorang terdiri dari:
a. diri sendiri, keperluan utama sendiri, keperluan diri pada suatu saat tertentu, maksud dan rencana sendiri.
b. Lingkungan perilaku orang itu, lingkungan fisik , lingkungan sosial, lingkungan konsepsi sebagai yang ditanggapinya dalam hubungannya dengan keperluan dan maksudnnya.
Keadaan setiap bagian dari ruang penghidupan ini, misalnya diri sendiri, bergantung pada keadaan dan antar hubungan di antara setiap bagian lain dengan diri sendiri pada waktu tertentu itu. Teori Lewis dimasukkan dalam kelompok teori dalam teori kognitif karena peranan diri sendiri di dalam ruangan penghidupan itu sangat besar, terutama dalam menentukan reaksi atas organism individu.

D. Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
Menurut Piaglet, kecerdasan adalah suatu bentuk keseimbangan atau penyeimbangan ke arah mana semua fungsi kognitif bergerak. Penyeimbangan ini merupakan suatu “imbuhan” untuk satu gangguan luar.
Menurut Piaglet juga,pengkajian peringkat-peringkat perkembangan kecerdasan pada mulanya merupakan pengkajian pembentukan struktur operasi-operasi kecerdasan ini. Ada empat peringkat penting dalam perkembangan kecerdasan, yaitu
1. Tahap deria-motor (sensory motor)
Pada tahap ini kecerdasan telah mempunyai struktur yang didasarkan pada aksi dan pada gerakan-gerakan serta pengamatan tanpa bahasa. Aksi-aksi ini dikoordinasi atau diselaraskan dengan cara yang stabil oleh skema-skema aksi yaitu rencana perilaku
2. Tahap praoperasi
Kanak-kanak pada usia antara 2-7 tahun mengalami munculnya suatu peristiwa yang disebut fungsi simbolik. Kemunculan fungsi simbolik ini menandai dimulainya tahap praoperasi yang merupakan kepandaian kanak-kanak untuk membedakan apa yang disebut significate (obyek atau benda yang dilambangkan dengan significant). Pada tahap ini setiap permainan anak hanya merupakan latihan gerak saja.
3. Tahap operasi konkret
Pada tahap ini anak-anak telah mampu melihat atau memahami kelas-kelas yang logis dan hhubungan-hubungan yang logis di antara benda-benda, termasuk nomor-nomor.
4. Tahap operasi formal
Pada tahap ini anak-anak telah mampu berpikir berdasarkan proposisi atau hipotesis; dan tidak lagi berdasarkan benda-benda konkret seperti pada tahap sebelumnya. Operasai pikiran pada tahap ini sudah semakin rumit, dan peranan bahasa dalam pembelajaran dan pemahaman proposisi semakin besar.

E. Teori Genetik Kognitif dari Chomsky
Chomsky dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky, untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di samping memahami apa sebenarnya bahasa itu , kita tidak boleh menyampingkan pengetahuan mengenai struktur dalam organisme (manusia).
Menurut Chomsky, otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan stuktur bahasa universal dan apa yang disebut language acquisition device (LAD). Teori Behaviorisme (S-R) sangat tidak memadai untuk menerangkan proses-proses pemerolehan bahasa sebab masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk dapat membangkitkan rumus-rumus linguistik.
Dalam proses pemerolehan bahasa, tugas anak-anak dengan alat yang dimilikinya (LAD) adalah menentukan bahasa masyarakat manakah masukan kalimat-kalimat yang didengarnya itu akan di masukkan . untuk lebih memperkuat teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan hal-hal berikut
1. Proses-proses pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh dikatakan sama
2. Proses pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan
3. Proses pemerolehan bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan emosi anak-anak
4. Tata bahasa yang dihasilkn oleh semua anak-anak boleh dikatakan sama.


Daftar Pustaka

Chaedar, Abdul. 2009. Psikolingistik Kajian Teoretik. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Kanisius: Yogyakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Psikolingistik. Angkasa: Bandung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

Subjek Pendidikan