Fenomena Pendidikan di Pulau Buru
Memprihatinkan. Mungkin itu kata yang paling tepat diucapkan ketika kita berbicara mengenai mutu pendidikan di negeri ini. Indikasinya dapat kita lihat dari berbagai laporan di surat-surat kabar atau media elektronik mengenai buruknya kualitas pendidikan.
Meskipun terdengar juga kabar positif, yaitu adanya beberapa siswa Indonesia yang berprestasi di tingkat dunia, seperti dalam Olimpiade Sains, atau yang sejenisnya, namun kabar itu hanya menggema di udara kosong. Keberhasilan itu menjadi semu ketika kita menyaksikan kondisi persekolahan yang ada di daerah-daerah pinggiran. Hal ini sangat sesuai dengan fenomena pendidikan di Pulau Buru. Ada begitu banyak anak yang ingin mengenyam pendidikan, namun itu semua hanya mimpi belaka bagi anak-anak Pulau Buru.
Pendidikan adalah aset berharga bagi setiap orang. Bahkan kualitas pendidikan sangat menentukan maju tidak sebuah daerah. Saat ini sektor pendidikan belum menjadi sektor utama perhatian pemerintah. Buktinya, masih banyak sekolah rusak, anak putus sekolah dan buta huruf. Pada tingkat SD hingga SMP, pemerintah telah mencanangkan program sekolah gratis. Terutama yang berada pada daerah pemukiman dan pinggiran kota. Hal ini dimaksudkan agar memberikan peluang bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat mengenyam pendidikan sama dengan masyarakat yang memiliki taraf hidup lebih tinggi. Selain itu adanya penambahan sekolah yang berada di pulau-pulgkatkan kualitas au. Namun, semuanya itu belum dirasakan oleh anak-anak di Pulau Buru. Mereka bagaikan anak tiri bangsa yang belum pernah mendapat perhatian dari pihak yang berwenang. Sebagian besar penduduknya belum mendapatkan pendidikan yang setara dengan masyarakat di daerah lain. Sungguh merupakan fenomena yang memprihatinkan.
Fenomena pendidikan di Pulau Buru sungguh memprihatinkan. Ada pun faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pendidikan di Pulau Buru. Faktor penghambat perkembangan pendidikan itu di antaranya, kurang ada perhatian dari pemerintah, kekurangan staf pengajar atau guru, letak sekolah yang jauh dari tempat tinggal penduduk. Bukan hanya itu, faktor kebudayaan juga sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di Pulau Buru. Karena dimana masyarakat pulau buru sanagat menjunjung tingi adat istiadat. Keadaan inilah yang membuat mutu pendidikan di pulau buru tidak pernah berkembang bahkan semakin terpuruk. Apalagi penduduk Pulau Buru sangat dekat dengan adat istiadat. Dalam tradisi mereka ada yang dinamakan “anak koin”. Tradisi ini sangat kontra dengan arti pendidikan yang sesungguhnya. Tradisi ini menganut bahwa, yang menjadi “anak koin” tidak boleh mengenyam pendidikan. Tradisi seperti ini sebenarnya harus ditiadakan karena masa depan anak akan terasa suram. Ada pun tradisi lain misalnya, anak yang sudah dianggap dewasa dijodohkan dan dinikahi walaupun umurnya masih kecil. Sungguh merupakan fenomena yang menyedihkan dibandingkan dengan dengan daerah lain.
Dengan melihat realitas yang runyam dan memprihatinkan ini, alangkah baiknya pemerintah hendaknya membuka mata untuk mengubah pandangan hidup masyarakat Pulau Buru. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam perkembangan suatu daerah. Masyarakat juga harus menyaring berbagai tradisi budayanya sendiri, jangan sampai tradisi itu membawa dampak negatif bagi mereka dan itu sudah terbukti. Pemerintah dan masyarakat setempat harus bersama-sama berusaha membangun ketertinggalan ini. Fenomena ini juga merupakan “PR” yang paling besar bagi generasi penerus bangsa yang mengenyam pendidikan dan nanti akan akan berperan dalam dunia pendidikan. Alangkah lebih baik jika perubahan itu dilakukan sesegera mungkin sebelum dampak negatif yang lebih besar lagi muncul.
Meskipun terdengar juga kabar positif, yaitu adanya beberapa siswa Indonesia yang berprestasi di tingkat dunia, seperti dalam Olimpiade Sains, atau yang sejenisnya, namun kabar itu hanya menggema di udara kosong. Keberhasilan itu menjadi semu ketika kita menyaksikan kondisi persekolahan yang ada di daerah-daerah pinggiran. Hal ini sangat sesuai dengan fenomena pendidikan di Pulau Buru. Ada begitu banyak anak yang ingin mengenyam pendidikan, namun itu semua hanya mimpi belaka bagi anak-anak Pulau Buru.
Pendidikan adalah aset berharga bagi setiap orang. Bahkan kualitas pendidikan sangat menentukan maju tidak sebuah daerah. Saat ini sektor pendidikan belum menjadi sektor utama perhatian pemerintah. Buktinya, masih banyak sekolah rusak, anak putus sekolah dan buta huruf. Pada tingkat SD hingga SMP, pemerintah telah mencanangkan program sekolah gratis. Terutama yang berada pada daerah pemukiman dan pinggiran kota. Hal ini dimaksudkan agar memberikan peluang bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat mengenyam pendidikan sama dengan masyarakat yang memiliki taraf hidup lebih tinggi. Selain itu adanya penambahan sekolah yang berada di pulau-pulgkatkan kualitas au. Namun, semuanya itu belum dirasakan oleh anak-anak di Pulau Buru. Mereka bagaikan anak tiri bangsa yang belum pernah mendapat perhatian dari pihak yang berwenang. Sebagian besar penduduknya belum mendapatkan pendidikan yang setara dengan masyarakat di daerah lain. Sungguh merupakan fenomena yang memprihatinkan.
Fenomena pendidikan di Pulau Buru sungguh memprihatinkan. Ada pun faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pendidikan di Pulau Buru. Faktor penghambat perkembangan pendidikan itu di antaranya, kurang ada perhatian dari pemerintah, kekurangan staf pengajar atau guru, letak sekolah yang jauh dari tempat tinggal penduduk. Bukan hanya itu, faktor kebudayaan juga sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di Pulau Buru. Karena dimana masyarakat pulau buru sanagat menjunjung tingi adat istiadat. Keadaan inilah yang membuat mutu pendidikan di pulau buru tidak pernah berkembang bahkan semakin terpuruk. Apalagi penduduk Pulau Buru sangat dekat dengan adat istiadat. Dalam tradisi mereka ada yang dinamakan “anak koin”. Tradisi ini sangat kontra dengan arti pendidikan yang sesungguhnya. Tradisi ini menganut bahwa, yang menjadi “anak koin” tidak boleh mengenyam pendidikan. Tradisi seperti ini sebenarnya harus ditiadakan karena masa depan anak akan terasa suram. Ada pun tradisi lain misalnya, anak yang sudah dianggap dewasa dijodohkan dan dinikahi walaupun umurnya masih kecil. Sungguh merupakan fenomena yang menyedihkan dibandingkan dengan dengan daerah lain.
Dengan melihat realitas yang runyam dan memprihatinkan ini, alangkah baiknya pemerintah hendaknya membuka mata untuk mengubah pandangan hidup masyarakat Pulau Buru. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam perkembangan suatu daerah. Masyarakat juga harus menyaring berbagai tradisi budayanya sendiri, jangan sampai tradisi itu membawa dampak negatif bagi mereka dan itu sudah terbukti. Pemerintah dan masyarakat setempat harus bersama-sama berusaha membangun ketertinggalan ini. Fenomena ini juga merupakan “PR” yang paling besar bagi generasi penerus bangsa yang mengenyam pendidikan dan nanti akan akan berperan dalam dunia pendidikan. Alangkah lebih baik jika perubahan itu dilakukan sesegera mungkin sebelum dampak negatif yang lebih besar lagi muncul.
Komentar