Makalah Diskusi Penyakit Organik Hewan Kecil Canine Parvo Viral


Canine Parvoviral
A. Etiologi
Group: Group II (ssDNA)

Family: Parvoviridae

Genus: Parvovirus

Species: Canine parvovirus 2
Canine parvovirus yang kemudian mengalami perubahan genetik, berkembang menjadi CPV-1 dan CPV-2. CPV-2 berkembang menjadi CPV-2a (1980) dan CPV-2b (1984).







Parvovirus berdiameter sekitar 20nm, dan mempunyai simetri ikosahedral dan genom ssDNA, 5 kb. Virionnya relatif tahan panas. Replikasi pada inti sel yang membelah, menghasilkan benda inklusi intranukleus yang besar.(Fenner, 1993)
B. Definisi
Panyakit viral pada anjing yang menyebabkan penyakit sistemik pada gastroentestinal dan efek imunologis.

C. Patogenesitas
Kebanyakan penularan yang terjadi melalui ingesta tinja atau partikel-partikel yang mengandung virus. Penularan dapat melalui kontak secara langsung, inhalasi, dan mungkin melalui sepanjang material yang diserap atau terdedah yang kemudian memasuki saluran pencernaan. Virus yang menginvasi, segera menghancurkan sel epitel, selaput lendir, maupun sumsung tulang yang sedang membelah. Sel-sel yang berada di pangkal vili intestinal atau kripte, merupakan sel-sel yang paling banyak rusak, menyebabkan vili-vili usus mengalami kematian dan tercabik dari usus. Karena vili-vili usus mengandung pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan hebat. Akibat peradangan berdarah yang berlangsung cepat, menyebabkan pencernaan makanan terhenti sama sekali. Kehilangan cairan darah mengakibatkan dehidrasi dan anemia. (Subronto, 2006).
Secara skematis
Ingesta tinja / Partikel-partikel yang mengandung virus
( Kontak secara langsung, Inhalasi, / Material terdedah yang masuk sal. Pencernaan)

Invasi Virus  Menghancurkan sel epitel, selaput lendir, maupun sumsum tulang

Sel mengalami kerusakan, Vili-vili intestinal mengalami kematian, Sumsum tulang tidak mampu memproduksi SDM

Proses pencernaan makanan terhenti dan Perdarahan yang hebat

Kehilangan cairan darah  Dehidrasi dan Anemia
D. Gejala Klinis
Dua bentuk CPV telah diidentifikasi: sindrom diare dan sindrom jantung.
a. Diare sindrom, atau enteritis, memiliki masa inkubasi lima hingga empat belas hari.
 Pada organ Gastrointestinal menyebabkan hancurnya krypta intestinal pengurasan lymphoid dan sumsum tulang, nekrosis thymus dan lempeng peyer
 Anjing dengan enteritis bertindak seperti mereka dalam rasa sakit yang sangat amat.
 Gejala awal adalah depresi, kehilangan nafsu makan, muntah, demam tinggi, dan diare parah.
 Tinja dapat berupa kelabu atau cairan dan berdarah.
 Cepat dehidrasi adalah bahaya, dan anjing dapat terus muntah dan diare sampai mereka mati, biasanya tiga hari setelah awal gejala.
 Lain mungkin sembuh tanpa komplikasi dan tidak memiliki masalah jangka panjang.
 Anak anjing bisa mati tiba-tiba syok sedini dua hari ke penyakit.

b. Bentuk kedua dari CPV adalah sindrom jantung atau miokarditis, yang dapat mempengaruhi anak-anak anjing di bawah tiga bulan.
 Tidak ada diare karena virus cepat berkembang biak dalam sel-sel otot jantung yang belum dewasa.
 Anak anjing dapat berhenti menyusui dan kemudian roboh dan mati dalam beberapa menit atau hari.
 Anak anjing dapat menjadi lesu dan berhenti makan tepat sebelum ambruk, terengah-engah
 Tidak ada perawatan efektif tersedia untuk sindrom jantung, dan anak anjing yang bertahan hidup mungkin memiliki kerusakan jantung permanen
 Seekor anjing dapat mati karena gagal jantung beberapa minggu atau bulan setelah pemulihan
 Cardivascular-myocarditis menyebabkan kematian mendadak.
E. Diagnosa
- History
Merupakan sejarah dari anjing, bagaimana keadaan lingkungan sekitar, apakah hewan sudah divaksin atau belum.
- Clinical signs
Dilihat dari gejala klinisnya
- Keadaan fisik
Dilihat keadaan fisiknya apakah terjadi trachycardia, membrane mukosa pucat atau ikhterik, dehidrasi, kesakitan atau nyeri saat palpasi abdomen,usus penuh dengan cairan dan hypothermi pada anak anjing, puppy mungkin tidak mau muntah atau diare pada ruang pemeriksaan, benda asing atau termakan racun, pakan yang tidak tercerna.
- Virus in feces
Dapat dideteksi dengan ELISA kit test atau dengan penggunaan mikroskop elektron (sesuai dengan ciri khusus virus parvo).



ELISA merupakan test yang biasa dilakuakan untuk mendeteksi Parvovirus pada anak anjing. ELISA (Enzyme Linked ImmunoSorbant Assay). Uji ELISA ini digunakan tinja anjing. Bila positif maka akan ditemukan setidaknya terdapat 104 partikel virus tiap gram tinja.
Selain itu, prosedur paling sederhana dari diagnosa laboratorium untuk infeksi parvo pada anjing adalah hemaglutinasi dari sel darah merah babi atau kera rhesus (PH 6,5; 4 oC) melalui ekstrak tinja yang dititrasi secara paralel bersama sama dengan serum anjing yang normal dan kebal. Terok tinja di anjing yang menderita enteritis akut dapat mengandung samapi 20.000 unit HA dari virus permliliter, yang setara dengan sekitar 10² virion per gram tinja.
F. Differensial Diagnosa
a. Coronavirus
Berupa gastroenteritis ringan pada anjing, sifatnya subklinis dan dapat sembuh dengan sendirinya. Biasanya terjadi sebelum infeksi parvovirus yang akan menjadi diare sangat berat. Virus ini disebabkan virus yang masuk dalam kelompok Coronoviridae.
b. Salmonella sp., Camphylobacter sp., dan infeksi bakteri lainnya
Adanya infeksi bakteri pada anjing dapat mengacaukan diagnose pada parvovirus. Hal ini dikarenakan adanya persamaan gejala yang timbul, yaitu tidak ada nafsu makan, diare yang berakibat pada dehidrasi. Yan g membedakan adalah jika dilakukan isolasi agen penyebab infeksi maka akan diketahui hasilnya. Pengobatan dengan antibiotic dan supportif akan segera menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

c. Gastroenteritis karena parasit (Toxocara canis, ancylostoma caninum, giardia duodenalis)
Mempunyai persamaan dengan infeksi parvovirus, yaitu diare berdarah/tidak. Infeksi kronis akibat parasit ini akan menyebabkan diare berdarah. Pada feses bisa ditemukan telur atau cacing tertentu, tergantung infeksi yang terjadi. Dengan pemberian anti parasit atau obat cacing dapat mengurangi kejadian penyakit.
d. Distemper
Mempunyai persaman gejala dengan parvovirus seperti terjadi pada anjing usia muda, muntah, diare, dan gejala syarat. Pada pengujian HA juga akan menunjukkan hasil yang positif seperti pada kasus parvovirus. Yang membedakan adalah adanya gejala gangguan respirasi pada anjing dan tidak ada gejal cardiovaskuler/ miocarditis. Pada gejala gangguan respirasi bisa terjasi pneumonitis. Beberapa kasus terjadi pada anjing-anjing domestic dan anjing liar pada saat musim hujan. Strain virus yang menimbulkan distemper juga berbeda dengan yang menimbulkan parvovirus. Pada kasus distemper disebabkan oleh kelompok Paramyxovirus, melalui uji molekuler hal ini juga akan kelihatan.
e. Menelan benda asing
Adanya benda asing yang tertelan oleh anjing akan menyebabkan gangguan pencernaan pada anjing, seperti mual, lemas, tidak nafsu makan, dan muntah. Hal ini akan mirip dengan gejala pada parvovirus, akan tetapi kejadian diare tidak tampak. Hal inilah yang membedakan, pada kasus parvovirus identik dengan diare berdarah/tidak dengan bau yang sangat khas. Pada kasus menelan benda asing, biasanya anjing akan mengalami kesakitan lokal pada tempat di mana benda asing tersebut berada dan jika dipalpasa kemungkinan akan terasa (jika benda asing tersebut berupa benda padat.
Pada kasus menelan benda asing, jika benda asing tersebut sudah diberikan maka anjing akan pulih lagi. Menelan benda asing dapat berupa zat racun, tetapi hal ini juga berbeda dengan kasus parvovirus. Adanya diare dengan bau yang khas sangat membedakan kedua kasus ini, ras anjing dan umur anjing juga menentukan.
f. Perubahan makanan
Persamaan denga kasus parvovirus adalah pada gangguan pencernaan yang ditimbulkan. Tapi pada kasus ini biasanya tidak sampai pada kematian jika pakan sudah diganti.

G. Kejadian di Indonesia
Canine parvovirus merupakan penyekit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.
Morbiditas canine parvovirus enteritis umumnya tinggi namun mortaliasnya rendah. Pada anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %. Pada canine parvovirus miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah infeksi. Semakin banyak induk yang memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjing muda.

H. Kejadian di Luar Negri
Canine parvovirus adalah penyakit yang sangat kontagius disebabkan oleh virus yang menyerang saluran gastrointestinal anjing dewasa, anak anjing, dan anjing liar. Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1978 dan menyebar secara luas di seluruh dunia. Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.
Penyakit ini termasuk serius pada anak anjing, jika tidak mendapat perawatan mortalitasnya mencapai 90 % tapi jika mendapat perawatan tingkat kesembuhan mencapai 80 %. Kasus terus meningkat disebabkan karena resistensi virus terhadap vaksin. Di Amerika Serikat, 300 anjing meninggal setiap tahun karena virus ini.
Di Amerika Serikat Rottweiler, American Pit Bull Terrier, Doberman, Pinscher, dan German Shepherd mamiliki resiko yang tinggi terhadap penyakit ini. Mortalitas akibat infeksi parvovirus bervariasi antara 16-48 %.
Penelitian yang dilakukan di Thailand untuk mendeteksi canine parvovirus dilakukan menggunakan 17 ekor anjing berusia 1-2 bulan menunjukkan 12 positif parvovirus (70,5 %), 34 ekor anjing berusia 3-6 bulan menunjukkan 25 positif (73,5 %), dan 5 ekor anjing berusia lebih dari enam bulan negatif parvovirus (0 %).
Penelitian lain di Lithuania menggunakan 115 sampel feses dari anjing pada populasi terbuka yang menderita enteritis. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa 51,3 % sampel yang diuji menunjukkan positif canine parvovirus. Anjing berusia 3-4 bulan lebih sensitif terhadap infeksi parvovirus daripada anjing dalam kelompok usia lain. Pada anjing berusia 7-12 bulan kasus parvovirus terdeteksi sebanyak 35,5 %. Infeksi parvovirus di Lithuania paling sering ditemukan pada anjing Rottweiler dan German Shepherd. Penelitian ini juga menyebutkan bahawa partikel parvovirus yang diekskresikan melalui feses tidak tergantung pada jenis anjing, tapi titer virus sangat tergantung pada usia.
Kejadian Parvo terdeteksi juga di Italia, Jerman, Britania Raya, Portugal, Belgia, Spanyol, Swiss dan Republik Ceko. Tinja sampel yang dikumpulkan di Italia, Inggris, Portugal, dan Belgia yang BPV-positif menurut PCRs dilakukan di laboratorium lokal. Sampel dikumpulkan selama 2005-2006, dengan pengecualian sampel dari Italia yang dikumpulkan hanya pada tahun 2006 karena penelitian lain telah dinilai epidemiologi molekuler BPV pada dekade sebelumnya (5). Semua sampel dari Jerman terdiri dari sel-budaya-BPV beradaptasi strain terisolasi dari anjing dengan diare di Jerman selama 1996-2005.


I. Pengobatan dan Terapi
Terapi Dasar
• Fluid Therapy
Parvovirus dapat mengakibatkan kematian penderita salah satu caranya adalah dengan mengakibatkan gangguan metabolisme yang terjadi karena dehidrasi. Untuk menggantikan kehilangan cairan yang banyak akibat diare dan muntah, maka sangat penting diberikan terapi cairan secara intravena. Pemberian infus intravena akan memaksimalkan absorbsi karena cairan langsung masuk ke sirkulasi daripada pemberian secara subcutan. Kalium dapat diberikan untuk menjaga keseimbangan elektrolit. Dextrouse (glukosa) juga dapat diberikan secara berkala, karena penyakit yang menyebabkan stress biasanya akan menurunkan kadar gula darah anak anjing kecil (penderita).
• Antibiotic
Infeksi parvovirus dapat diikuti oleh infeksi sekunder dari bakteri sehingga selain karena gangguan metabolisme, invasi bakteri pada sistem sirkulasi (sepsis) juga dapat menyebabkan kematian. Secara normal, usus dipenuhi oleh bakteri. Parvovirus yang ada di usus akan menyebabkan ulserasi sehingga kemampuan untuk mencegah bakteri masuk ke sistem sirkulasi menjadi minimal. Rusaknya saluran gastrointestinal menyebabkan pemberian antibiotik secara peroral tidak dapat dilakukan sehingga antibiotik diberikan melalui rute intravena dengan cara ditembakkan atau ditambahkan pada cairan infus.
Antibiotik yang dapat digunakan diantaranya :
o Cefazolin
o Ampicilin
o Gentamicin
o Baytril
o Amikacin
o Trimethoprim-sulfa
• Kontrol terhadap nausea
Pasien parvo biasanya mengalami mual yang hebat sehingga perlu diberikan terpai untuk kontrol terhadap nausea. Sekali lagi, karena traktus gastrointestinal yang terlalu rusak untuk pemberian obat secara peroral, maka obat diberikan dengan injeksi. Beberapa obat yabg dapat diberikan diantaranya adalah :
o Metochlorpramide
o Chlorpromazine
o Ondansetron dan Dolasetron
o Moropitant
Muntah khas parvo tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien tetapi juga dapat mengulserasi esofagus. Ulser juga dapat terbentuk pada lambung dan usus halus. Untuk menanggulangi ulser dan meminimalisir pembentukannya, dapat digunakan gastroprotectant yang meliputi injeksi antasida (simetidin, ranitidin, famitidin) atau sucralfat yang akan menginduksi pembentukan semacam anyaman untuk menanggulangi ulser.
Monitoring
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
• Fecal floatation
Tujuannya adalah untuk membasmi cacing maupun parasit internal yang juga mempunyai kontribusi dalam menyebabkan mual dan diare. Karena penderita parvo adalah anak anjing yang rentan terserang parasit, maka perlu dilakukan uji untuk mengetahui adanya investasi parasit maupun invasi mikroba yang lain sehingga dapat meminimalisir kerusakan saluran gastrointestinal dan segera dilakukan penanggulangan terhadap gangguan tersebut.
• Pemeriksaan gambaran darah (white blood counts/total blood counts)
Salah satu aksi dari parvovirus adalah menghambat aktivitas sumsum tulang belakan dalam memproduksi sel imun (sel darah putih). Monitoring terhadap gambaran sel darah putih perlu dilakukan seiring dengan masuknya parvovirus. Jumlah sel darah putih akan menurun drastis pada saat puncak infeksi parvovirus, dan akan pulih kembali ketika sistem imun penderita kembali normal.
• Urine specific gravity
Untuk mengetahui efektifitas terapi cairan yang diberikan, perlu dilakukan evaluasi yang objektif. Jika infus yang diberikan berfungsi dengan baik, maka urin yang dihasilkan akan encer (diukur dengan spesifik gravity), dan pengukuran Azostik dari metabolit protein yang terkandung dalam aliran darah berada pada level normal.
• Palpasi Abdominal
Untuk mengetahui abnormalitas dari peristaltik dan pergerakan usus.
• Total protein plasma
Treatment Tambahan
Beberapa treatment ekstra yang dapat digunakan diantaranya :
• Tamiflu (oseltamivir)
• Transfusi plasma
• Cefoxitin
• Septiserum
• Anti inflamasi
• Neupogen

J. Pencegahan
Seperti kebanyakan penyakit infeksius lainnya, meminimalkan kontak denga hewan yang terinfeksi adalah cara paling efektif sebagai pencegahan. Karena anjing yang terinfeksi mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses, kontaminasi dengan kotoran tersebut juga menjadi salah satu penyebab penularan. Dan karena virus ini cukup resisten terhadap lingkungan, terutama daerah umum yang tidak di desinfeksi. Hal ini cukup menjadi alas an untuk menjaga anak anjing untuk menjauhi daerah tersebut hingga dia cukup dewasa, bebas cacing (parasit internal tubuh) dan telah manjalani rangkaian vaksin lengkap untuk anjing.
Penyakit ini kebanyakan menyerang anak anjing, yang menjadi lemah karena infestasi cacing dan nutrisi buruk pada anak anjing menambah besar kemungkinan untuk terserang penyakit ini. Anak anjing harus diberi obat anticacing dengan frekuen hingga mencapai usia 3 bulan.
Anjing yang telah anda miliki di lingkugan rumah sebelum terekspos dengan anjing yang terkena parvo harus sudah di vaksin dan tidak terlalu banyak kontak jika memungkinkan. Jarang anjing dewasa yang mendapatkan vaksin rutin untuk terkena parvo.
Jika anda memiliki seekor anjing yang mati karena parvo, kami sarankan untuk pembersihan lingkungan secara menyeluruh dengan pemutih yang dicairkan (1:30 dengan air, atau 4 ons Clorox di 1 galon air) dan tunggu 1-2 bulan sebelum memasukkan anjing baru ke daerah tersebut. Semprot halaman sedapat mungkin. Jangan menyemprotkannya langsung ke anjing anda.
Vaksin adalah yang paling efektif. Idealnya kita memvaksin anak anjing setiap 2 minggu dimulai dari usia 6 minggu dan berta usia 5 bulan. Bagi beberapa orang ini tidak realistis. Kebetulan Vaksin parvo diberikan saat anak anjing berusia 8,12 dan 16 minggu adalah usia yang sangat efektif Anak anjing tidak boleh terekspos dengan anjing lain atau feses dari anjing lain hingga vaksin yang diberikan telah lengkap.
Vaksinasi mengurangi angka insidensi penyakit. Vaksin modified live (titer tinggi) direkomendasikan agar mengurangi interferensi maternal antibodi. Interferensi dari maternal body adalah penyebab utama kegagalan vaksinasi. Beberapa puppies mempunyai maternal antibodi diatas 18 minggu. Protokol rekomendasi vaksinasi umur 6,9 dan 12 minggu. Ras yang beresiko tinggi mungkin membutuhkan protocol initial yang lebih lama, sampai umur 22 minggu.

Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Parvo Virus. file:///F:/parvovirus/parVO3.htm
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Penerbit: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Fenner,F.J dkk. 1995.Veterinary Virologi. Penerbit: IKIP Semarang Press, Semarang
Sakulwira, K., Vanapongtipagorn, V., Theamboonlers, A., Oraveerakul, K., Poovorawan, Y. 2003. Prevalence of canine coronavirus and parvovirus infections in dogs with gastroenteritis in Thailand. Vet.Med.48 (6):163 –167.
Stankevicius, A., Salomskas, A. 1998. Epidemiologic Studies of Canine Parvovirus Infection in Lithuania. Veterinarija Ir Zootechnik. 5 (27).
http://www.avma.org
(http://www.essortment.com/canineparvovirus)
(http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Canine-Parvovirus-pada-anjing.html)
(http://www.cdc.gov/eid/content/13/8/1222.htm#11)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengembangan Media Pembelajaran Reseptif

Membangun Kekuatan Rakyat Samora Machel

Mengapa Harus Bermimpi?

Novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982)