BUKAN HANYA GERAKAN BURUH, TAPI JUGA, TANPA MENGABAIKAN GERAKAN BURUH: Teori ‘gerakan kemasyarakatan baru’ Laclau dan Mouffe.

PSIRB 301: Marxisme: Religi, Politik & Ideologi. Handout No. 8:

--------------------------------------------------------------------------------------
George Junus Aditjondro

1. Ernesto Laclau lahir di Buenos Aires, Argentina, tahun 1935, dan belajar di Universitas Buenos Aires (Argentina) dan di Universitas Oxford (Inggris). Tahun 1971 ia mulai dikenal di lingkungan Marxis saat menerbitkan kritik tajam terhadap teori ketergantungan Andre Gunder Frank dalam artikel berjudul ‘Feudalism and Capitalism in Latin America’ . Dua tahun kemudian ia mulai mengajar di Departemen Ilmu Politik di Universitas Essex di Inggris, dan diangkat menjadi Ketua Departemen Pasca Sarjana di bidang Ideologi dan Discourse Analysis. Tahun 1985, Laclau bersama Chantal Mouffe (lahir tahun 1943 di Charleroi, Belgia) menulis buku Hegemony & Socialist Strategy: Towards a Radical Democratic Politics, yang meneguhkan diri mereka sebagai pemikir Post-Marxist. Chantal Mouffe, seorang filsuf politik, sebelumnya mengajar di Departemen Filsafat Universitas Nasional di Colombia dan di City University (London) dan sekarang mengajar di College International de Philosophie di Paris.

2. Inti buku itu adalah konsep ‘gerakan kemasyarakatan baru’ sebagai subyek revolusioner masa kini, yang merupakan pemberontakan mereka terhadap ajaran Marx dan para pemikir neo-Marxist, yang masih melihat kaum buruh (proletariat) sebagai subyek revolusioner yang utama. Konsep gerakan kemasyarakatan baru, menurut Laclau dan Mouffe, merangkum berbagai gerakan atau perjuangan (struggle ) yang tidak berbasis kelas dan bukan gerakan buruh, seperti gerakan kaum urban, gerakan lingkungan, gerakan anti-otoriterisme, gerakan anti-institusi, gerakan feminis, gerakan anti-rasisme, gerakan etnis, gerakan regional, dan gerakan perdamaian (Laclau and Mouffe 1999: 159-60).

3. Walaupun disebut gerakan kemasyarakatan ‘baru’ (predikat yang tidak memuaskan mereka berdua), gerakan-gerakan itu tercetus oleh proses yang mulai mengalami akselerasi di tahun 1940s, yakni Fordisme. Istilah ini dipopulerkan oleh Antonio Gramsci untuk sistem ban berjalan yang dirintis Henry Ford dalam pabrik mobilnya di Detroit (AS) dan ditiru oleh FIAT. Sistim ini, menurut Laclau dan Mouffe, merupakan “articulation between a labour process organized around the semi-automatic production line, and a mode of consumption characterized by the individual acquisition of commodities produced on a large scale for private consumption” [artikulasi dari suatu proses kerja yang terorganisir di seputar lini produksi yang semi-otomatis, yang sekaligus merupakan suatu moda konsumsi yang ditandai oleh akuisisi komoditi-komoditi dalam skala besar untuk keperluan konsumsi pribadi. GJA] (1999: 160).

4. Fordisme punya dampak luarbiasa, sebab “This penetration of capitalist relations of production, initiated at the beginning of the century and stepped up from the 1940s on, was to transform society into a vast market in which new ‘needs’ were ceaselessly created, and in which more and more of the products of human labour were turned into commodities. This commodification’ of social life destroyed previous social relations, replacing them with commodity relations through which the logic of capitalist accumulation penetrated into increasingly numerous spheres. Today it is not only as a seller of labour-power that the individual is subordinated to capital, but also through his or her incorporation into a multitude of other social relations: culture, free time, illness, education, sex and even death. There is practically no domain of individual or collective life which escapes capitalist relations [Penetrasi relasi produksi kapitalis, yang dimulai di awal abad ini dan digenjot sejak dasawarsa 1940-an, bermaksud mengubah masyarakat menjadi suatu pasar yang besar di mana ‘kebutuhan-kebutuhan’ baru diciptakan tanpa henti, dan di mana semakin banyak hasil karya manusia diubah menjadi barang dagangan (komoditi)/ ‘Komodifikasi’ kehidupan sosial ini menghancurkan relasi-relasi sosial sebelumnya, dan menggantikannya dengan relasi ‘jual beli’ (komoditi) yang melalui relasi-relasi ini logika akumulasi modal merasuk ke semakin banyak lingkungan sosial. Di masa ini, bukan hanya mereka yang menjual tenaga kerjanya yang tunduk pada (kekuasaan) modal, tapi juga setiap orang yang terlibat dalam relasi-relasi sosial yang lain: kebudayaan, waktu senggang, penyakit, pendidikan, seks, bahkan kematian. Praktis tidak ada satupun bidang kehidupan pribadi maupun bersama yang lolos dari jerat relasi kapitalis. GJA] (Laclau & Mouffe 1999: 160-1).

5. Masyarakat konsumen ini, kata Laclau dan Mouffe, tidak menyebabkan berakhirnya ideologi, seperti kata Daniel Bell, atau menciptakan ‘manusia satu dimensi’, seperti yang dikhawatirkan Herbert Marcuse, tapi sebaliknya, melahirkan berbagai bentuk perjuangan baru yang menunjukkan perlawanan terhadap bentuk-bentuk subordinasi baru, yang muncul dari jantung masyarakat baru ini. Aksi-aksi menentang pemborosan sumber-sumber daya alam, pencemaran dan perusakan lingkungan, akibat ideologi produksi demi produksi ini, melahirkan gerakan lingkungan. Begitu pula aksi-aksi menentang hancurnya kawasan kota karena urbanisasi besar-besaran melahirkan gerakan untuk menuntut kehidupan kota yang lebih baik. Sedangkan produksi massal yang menurunkan kualitas barang dan jasa, melahirkan gerakan konsumen. Dari sinilah dapat kita lihat bagaimana habitat (lingkungan tempat tinggal), konsumsi, dan kebutuhan akan berbagai macam jasa, memicu gerakan-gerakan baru yang menentang ketidakadilan dan menuntut hak-hak baru (Laclau & Mouffe 1999: 161).

6. Walaupun menolak gagasan Marx terhadap peranan buruh sebagai subyek revolusioner atau agen perubahan sosial yang utama menuju sosialisme, gagasan ‘gerakan kemasyarakatan baru’ Laclau dan Mouffe tetap berakar di pikiran Marx dan Gramsci. Laclau sendiri pernah berkata, “I am a Gramscian, not a Baudrilliardian” [Saya seorang penganut pikiran Gramsci, bukan penganut pikiran Baudrillard. GJA] (Hutagalung 2006: 40).

7. Gagasan Laclau & Mouffe ini sudah mulai mengilhami beberapa gerakan kemasyarakatan di Indonesia, terutama gerakan perempuan. Soalnya, gagasan ini berkaitan dengan gagasan demokrasi yang lebih radikal, tapi mengakui pluralitas gerakan. Seperti kata Chantal Mouffe sebagaimana dikutip Melani Budianta (2003: 149): Democratic discourse questions all forms of inequality and subordination. This is why I propose to call those new social movements ‘new democratic struggles’ because they are extensions of the democratic revolution to new forms of subordination. Democracy is our most subversive idea because it interrupts all existing discourses and practices of subordination [Diskursus demokratis mempertanyakan segala bentuk ketidaksetaraan dan subordinasi. Itu sebabnya, saya mengusulkan untuk menyebut gerakan-gerakan kemasyarakatan baru itu, ‘gerakan-gerakan demokratik baru’ karena mereka merupakan kelanjutan dari revokusi demokratik ke bentuk-bentuk subordinasi baru. Demokrasi merupakan suatu gagasan yang sangat subversif, sebab ia menyela segala diskursus dan segala praktek subordinasi yang ada. GJA].

8. Selain pluralitas gerakan, atau “pluralism of subjects”, yang paling penad (relevan) dari teori Mouffe bagi gerakan perempuan, menurut Melani Budianta adalah “solidaritas” di antara gerakan gerakan-gerakan demokratik itu. Kata Mouffe, sebagaimana dikutip Budianta (2003: 150): A new conception of democracy also requires that we transcend certain individualistic conception of rights and that we elaborate a central notion of solidarity. This can only be achieved if the rights of certain subjects are not defended to the detriment of the rights of other subjects. [Suatu pengertian demokrasi yang baru juga mengsyaratkan bahwa kita melampaui berbagai pengertian hak yang bersifat pribadi dan mengembangkan suatu pengertian solidaritas yang mengikat semua. Ini hanya dapat dicapai apabila hak-hak subyek-subyek tertentu tidak dipertahankan mati-matian dengan merugikan hak-hak subyek-subyek yang lain. GJA].

9. Pertanyaannya sekarang: apakah pengertian “gerakan kemasyarakatan baru” Laclau dan Mouffe sama sekali meninggalkan gerakan buruh, yang merupakan ‘cikal-bakal’ kegelisahan Engels dan Marx sejak melihat dampak Revolusi Industri di Wuppertal (Jerman) dan Manchester (Inggris)? Saya rasa, tidak, sebab kalau betul Laclau dan Mouffe, atau paling tidak, Laclau sendiri, masih menyebut diri seorang Gramscian, maka dia tahu bahwa kontribusi Gramsci dalam khazanah Marxisme adalah menggandengkan perjuangan petani (di Italia Selatan) dengan perjuangan buruh (di Italia Utara). Dalam aliansi buruh-tani itu, Gramsci mengusulkan agar gerakan buruh tetap menempati posisi pemimpin, untuk mencegah petani terkooptasi oleh para kapitalis, setelah mendapatkan pembagian tanah (lihat uraian Gramsci dalam The Southern Question, yang ditulis di bulan November 1926, sebelum ia dipenjara oleh Mussolini).

10. Kontribusi Gramsci yang lain adalah bahwa Gramsci, seperti juga Marx, menghargai kesetaraan antara pekerjaan otak dan pekerjaan otot (lihat Naskah-naskah Paris 1844). Itu sebabnya, Gramsci mengembangkan membedakan ‘intelektual tradisional’ dengan ‘intelektual organik’, di mana intelektual tradisional adalah para intelektual yang secara tradisional dihasilkan oleh kelas borjuasi dan mengabdi kepada kepentingan borjuasi, dengan mendukung perselingkuhan antara negara dan modal lewat hegemoni. Sedangkan intelektual organik adalah pemikir yang dihasilkan oleh setiap kelas secara ‘alamiah’, walaupun tidak melalui jenjang-jenjang pendidikan formal. Usaha Gramsci merangsang para buruh FIAT untuk berdiskusi dan menulis dalam jurnal l’Ordine Nuovo, dimaksudkan supaya para buruh tidak sekedar didikte oleh para intelektual tradisional, yang menguasai partai, melainkan belajar berfikir sendiri dan menyusun strategi melawan penindasan oleh para kapitalis.

11. Dengan demikian, kalau mau disimpulkan, inti pemikiran Laclau dan Mouffe adalah sebagai berikut:
(a). Kapitalisme mutakhir telah merasuk ke segala lingkaran kehidupan, sehingga melahirkan banyak antagonisme baru. Antagonisme lama, yakni antara buruh dan majikan tidak hilang, tapi dibarengi dengan berbagai antagonisme baru, seperti antagonisme antara konsumen dan produsen, antara mereka yang habitatnya rusak atau tercemar dengan korporasi yang menyebabkan perusakan lingkungan itu, antara perusahaan dan pemasang iklan yang mentargetkan perempuan sebagai pengguna alat-alat rumah tangga yang diproduksinya, melawan hak perempuan untuk tidak ‘ditakdirkan’ mengurusi pekerjaan domestik, dan lain-lain.
(b). Konsekuensi dari (a) adalah bahwa kapitalisme dalam bentuknya yang semakin canggih harus dilawan di berbagai front. Namun berbagai bentuk perjuangan demokratik itu, hanya dapat dianggap demokratik, apabila tidak hanya saling menghormati, tapi juga saling bekerjasama, tanpa harus didominasi oleh satu gerakan, seperti gerakan buruh dalam tradisi Marxis-Leninis. Itu sebabnya, pemikiran Laclau + Mouffe sesungguhnya bertengger antara Marxisme dan post-Marxisme. Mungkin istilah “postmodern Marxist” (Ritzer 1992: 641) lebih cocok.
(c ). Secara umum, perkembangan pemikiran dari Marx ke Gramsci lalu Laclau dan Mouffe dapat digambarkan sebagai berikut:

DIAGRAM 7: GENEALOGY OF LACLAU &
MOUFFE’S NEW SOCIAL MOVEMENT THEORY
----------------------------------------------------------------------------------------------
Marx Gramsci Laclau-Mouffe
----------------------------------------------------------------------------------------------
GERMAN
IDEOLOGY  HEGEMONY 

11th THESIS OF  ORGANIC &
FEUERBACH TRADITIONAL
INTELLECT-
UALS 

BASE-  HISTORICAL
SUPERSTRUCTURE BLOC  NEW
SOCIAL
MOVE-
MENTS

CAPITALIST MODE  FORDISM/ 
OF PRODUCTION COMMODIFIC-
ATION OF
SOCIAL LIFE

EMANCIPATION/  EMERGENCE 
FULL DEVELOPMENT OF SUBALTERN
OF ALL HUMAN CLASSES
POTENTIALS AS
SPECIES-BEING
(in 1844 Paris
Manuscripts)
----------------------------------------------------------------------------------------------

Yogyakarta, 6 November 2006

Referensi:
Barrett, Michele (1991). The Politics of Truth: From Marx to Foucault. Chapter 4: ‘Ideology, Politics, Hegemony: From Gramsci tgo Laclau and Mouffe’, hal. 51-80.
Budianta, Melani (2003). “The Blessed Tragedy: The Making of Women’s Activism during the Reformasi Years”. Dalam Ariel Heryanto and Sumit K. Mandal (eds). Challenging Authoritarianism in Southeast Asia: Comparing Indonesia and Malaysia. London: Routledge Curzon, hal. 145-77.
Gramsci, Antonio (1995). The Southern Question. Translated and Introduction by Pasquale Verdicchio. West Lafayette, Indiana: Bordighera Inc.
Hutagalung, Daniel (2006). “ Laclau dan Mouffe tentang Gerakan Sosial”, Basis, N0. 1-2/55, Januari-Februari, hal. 40-48.
Laclau, Ernesto and Chantal Mouffe (1999). Hegemony & Socialist Strategy: Towards a Radical Democratic Politics. London: Verso.
Lechte, John (2001). 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Kanisius.
Ritzer, George (1992). Sociological Theory. Singapore: McGraw-Hill.
Sassoon, Anne Showstack (1987). Gramsci’s Politics. Minneapolis: University of Minnesota Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Linguistik Historis Komparatif

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008

Resensi Novel : “Birunya Langit Cinta”

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)