Ada Apa dengan Pendidikan Indonesia?

04 May 2006, 00:20 - Esai & Opini

Ing ngarso sung tulodo - di depan memberikan teladan
ing madya mangun karso - di tengah membangun karya
tut wuri handayani - di belakang memberi dorongan


Siapa yang tidak mengenal tiga kalimat tersebut dari ajaran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soejaningrat. Beliau merupakan pelopor pendiri Peguruan Taman Siswa, yang mana hari kelahiran beliau 2 Mei (1889) selalu di peringati sebagai hari Pendidikan Nasional oleh bangsa Indonesia.

Kini, Hari Pendidikan Nasional yang di peringati 2 Mei setiap tahunnya telah menjadi sebuah momentum bangsa Indonesia untuk memaknai arti pentingnya pendidikan bagi setiap masyarakat Indonesia. Pendidikan di negara kita, sebenarnya sudah di atur dalam Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Bahkan dalam Undang-undang Dasar 1945, terutama pada pasal 31, tertulis secara jelas bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Undang-undang mengenai pendidikan ini lebih di perkuat lagi dengan Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional pada UU No.20 tahun 2003 yang menggantikan UU No.2 Tahun 1989.

Bila melihat dari undang-undang yang telah berlaku, tersirat dengan jelas bahwa Pendidikan di Indonesia harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan bagi warga negara, peningkatan mutu, efisiensi maupun relevasi pendidikan dalam menghadapi tantangan maupun tuntutan perubahan yang terjadi seiring perubahan waktu dan jaman. Namun, ada sebuah pertanyaan menarik yang cukup menggelitik kita, bagaimana dengan kenyataan sesungguhnya pendidikan di Indonesia?

Banyak fakta yang dapat membuka mata kita mengenai pendidikan di Indonesia. Masih banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan sama sekali. Padahal, setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, tanpa ada pemberlakukan perbedaan status sosial, status ekonomi, permasalah kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sebagainya.

Dalam dunia kependidikan sendiri bisa dikatakan dalam kondisi keprihatian, mulai dari kekurangan tenaga pengajar khususnya untuk daerah-daerah terpencil, dan fasilitas pendidikan sendiri yang kurang mendukung dan memadai. Salah satu contoh di beberapa daerah dapat kita temukan kondisi bangunan yang sudah tidak layak pakai namun tetap di pergunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Belum lagi kalau kita berbicara yang menyangkut permasalah ekonomi dan kebutuhan hidup, yang mengakibatkan banyaknya anak-anak yang mempunyai keinginan kuat untuk bersekolah namun harus mengubur keinginnya karena harus membantu keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup.

Kualitas Pendidikan di Indoensia, apabila secara jujur di ungkapkan , lebih cenderung berorentasi pada penciptaan tenaga kerja siap pakai atau pekerja seiring dengan paradigma pemerintah Indonesia yang lebih mengarahkan masyarakatnya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi yang sedang tumbuh berkembang di Indonesia. Pendidikan bukan lagi berorentasi merangsang kreatifitas berfikir dan berkarya peserta didik. Sehingga, banyak masyarakat Indonesia yang bisa meraih pendidikan dan nilai tinggi, namun seiring perubahan jaman dan waktu tidak mampu bersaing dan bertahan. Dan yang lebih parah, ada yang menanggap pendidikan dianggap sebagai sebuah akses komersial yang menjanjikan. Kasus jual beli gelar, jual beli ijazah sampai jual beli nilai memperkuat fakta bahwa pendidikan menjadi sasaran empuk bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan.

Fakta menunjukkan bahwa pendidikan kita belum mampu menciptakan manusia Indonesia dengan kualitas serta kreatifitas yang tangguh baik secara mental maupun fisik, yang mampu membangkitkan bangsa Indonesia dari berbagai keterpurukan yang terjadi saat ini. Dan secara umum, kita seperti tidak sadar bahwa apa yang terjadi dalam pendidikan kita menjadi PR (pekerjaan rumah) yang seharusnya di cermati dan di sikapi dengan segera. Dan tugas itu bukan hanya dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak yang berkompeten dalam dunia pendidikan, tapi juga oleh masyarakat indonesia.

Namun kita juga tidak dapat menutup mata dengan berbagai usaha pemerintah dalam meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia, beberapa daerah telah melakukan program sekolah gratis bagi masyarakatnya. Peningkatan mutu pihak pengajar yang dilakukan dengan memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas maupun metodologi pengajarannya, mengangkat moralnya untuk mengajar dengan sungguh-sungguh maupun menjaga kesejahteraan merek. Disamping itu dilakuan perbaikan sarana dan fasilitas pendidikan telah dilakukan walaupun terlihat belum begitu maksimal

Dari pihak masyarakat pun seharusnya dapat menyadari bahwa pendidikan bukanlah semata-mata dilakukan melalui jalur formal belaka lewat bersekolah saja. Tetapi juga melalui jalur non formal. Masyarakat harus dapat berpartisipasi secara aktif dalam memberikan pendidikan yang bersifat universal terhadap anak didik yang berada dalam lingkungannya atau ketika di luar sekolah. Masyarakat pun dapat berperan aktif sebagai Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang mana mereka dapat mengeluarkan seluruh aspirasi dan partisipasinya dalam dunia pendidikan.

Sistem Pendidikan Indonesia bisa akan efektif dan berhasil apabila semua komponen dalam bangsa Indoensia yaitu masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang berkompeten di dalamnya sama-sama mempunyai visi dan misi untuk meningkatkan Sistem pendidikan nasional di Indonesia. Alangkah lebih baik apabila dapat berfikir dan bertindak secara bersama-sama dengan mengatasnamakan kemajuan Pendidikan Nasional di negara kita tercinta ini dari pada melakukannya dengan cara sendiri-sendiri dan saling menyalahkan satu sama lain.. Semoga

Dimuat di Tribun Kaltim, 3 Mei 2006
________________________________________
URL artikel ini: http://www.penulislepas.com/more.php?id=2083_0_1_0_M
________________________________________
Copyright © 2003 - 2004 PenulisLepas.com
Dilarang keras memuat kembali tulisan-tulisan di situs ini pada media-media lain,
kecuali atas ijin penulisnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Linguistik Historis Komparatif

FONOLOGI: FONETIK Oleh:Marsono Gadjah Mada University Press. 2008

Resensi Novel : “Birunya Langit Cinta”

FONOLOGI BAHASA INDONESIA Masnur Muslich

Model-Model Pembelajaran (PPSI, Kemp, Banathy, Dick and Carey)