AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL DI INDONESIA PASCA ORDE BARU
RENCANA PENELITIAN
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL DI INDONESIA
PASCA ORDE BARU
Oleh: Sunyoto Usman
Staf Pengajar
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
A. Latar Belakang
Gerakan sosial keagamaan yang bertujuan menegakkan syariat Islam di Indonesia telah berlangsung lama. Sejarah politik negeri ini mencatat tidak lama berselang setelah proklamasi kemerdekaan, sejumlah anggota Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) terlibat perdebatan sengit di seputar kemungkinan penerapan syariat Islam sebagai ideologi negara. Kendatipun kemudian tetap disepakati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun di benak sebagian tokoh-tokoh organisasi Islam ide tentang mendirikan negara Islam Indonesia tidak pernah pudar.
Pada akhir tahun 1960-an, sejumlah tokoh organisasi Islam menaruh harapan besar agar pemerintah Orde Baru mau dan mampu memfasilitasi pergerakan Islam. Harapan demikian tidaklah berlebihan, terutama karena mereka memang menjadi bagian penting dari kekuatan-kekuatan politik yang ketika itu bersama-sama dengan meliter membubarkan Partai Komunis Indonesia dan menjatuhkan pemerintahan Soekarno. Tetapi harapan mereka sia-sia, karena ternyata pemerintah Orde Baru memiliki agenda yang berbeda dengan harapan sebagian tokoh-tokoh Islam tersebut.
Pada awal tahun 1970-an, pemerintah Soeharto melakukan restrukturisasi sistem kepartaian di Indonesia, dengan hanya memperbolehkan tiga partai politik yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kekuatan dan partai-partai politik berasaskan Islam fusi dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan. Pada awal tahun 1980-an Soeharto menegaskan bahwa seluruh kekuatan sosial dan politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka hanya Pancasila. Kemudian, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomer 8 Tahun 1985 ditegaskan kembali bahwa Pancasila adalah asas tunggal bagi semua partai politik dan organisasi massa di Indonesia. Implikasinya kemudian adalah segala bentuk kegiatan partai politik dan organisasi massa Muslim haruslah dijiwai dan bereferensi pada ideologi Pancasila. Bentuk respons yang mencuat ketika itu adalah partai politik dan organisasi massa Muslim bisa menerima asas tunggall Pancasila, namun tetap berakidah Islam. Bentuk-bentuk gerakan sosial yang dikembangkan ketika itu kemudian bergeser dari semula lebih kental dengan nuansa politik (terutama membentuk negara Islam) menjadi gerakan kultural yang lebih mengedapankan usaha menciptakan kehidupan menjadi lebih Islami, dan mendorong masyarakat supaya beribadah lebih kafah. Pandangan politik yang berkembang ketika itu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dianggap sudah final, karena itu keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia tidak muncul di permukaan.
Setelah rejim Orde Baru tumbang, bermunculan kembali pelbagai bentuk gerakan sosial yang dimotori oleh tokoh-tokoh dan kekuatan Islam dalam arena politik Indonesia. Mereka berusaha mengaktualisasikan diri setelah lebih dari 30 tahun terpasung politik Orde Baru yang represif dan meliteristik. Gerakan-gerakan tersebut ditengarai masih dalam semangat menegakkan syariat Islam, meskipun dalam bentuk dan strategi baru selaras dengan perubahan sistem pemerintahan dan proses penguatan masyarakat sipil yang terjadi di negeri ini. Fenomena ini dianggap sebagai bagian dari respons psikologis yang tertunda setelah kekuatan-kekuatan Islam tersebut terpinggirkan cukup lama. Oleh karena itu, menjadi relevan dilakukan kajian di seputar dinamika gerakan menegakkan syariat Islam yang tumbuh dan berkembang di tengah arus pergulatan politik Indonesia kontemporer. Organisasi-organisasi Muslim di Indonesia yang kini tergolong aktif menegakkan syariat Islam antara lain adalah Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (FKAW), Front Pembela Islam (FPI), Hisbuzt Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
B. Masalah Penelitian
Dalam upanya menegakkan syariat Islam di Indonesia, organisasi-organisasi Muslim tersebut ditengarai tidak hanya memiliki struktur kelembagaan, leadership, dan sasaran yang berbeda-beda, tetapi ditengarai juga mengembangkan strategi gerakan yang beragam dan menemukan bentuk-bentuk baru. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa bentuk-bentuk gerakan menegakkan syariat Islam di Indonesia pasca Orde Baru?
2. Bagaimana strategi organisasi-organisasi Muslim tersebut memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, dan membentuk jaringan gerakan menegakkan syariat Islam?
3. Mengapa bentuk gerakan dan strategi tersebut menjadi pilihan?
4. Apa implikasinya terhadap kehidupan sosial politik baik di aras nasional maupun lokal?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pelbagai bentuk perubahan sosial politik yang terjadi dalam masyarakat yang memberi stimulan organisasi-organisasi Muslim mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam di era pasca Orde Baru.
2. Memahami karakteristik petisi, protes, demonstrasi dan perlawanan yang dibangun oleh organisasi-organisasi tersebut dalam memberi respons keadaan yang dianggap melemahkan tegaknya syariat Islam.
3. Memetakan respons kekuatan politik, dan kelompok kepentingan, baik di aras nasional dan lokal terhadap gerakan menegakkan syariat Islam.
.
D. Kerangka Konseptual
Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada agama. Bagi mereka, di dalam agama terendap ekspresi tatanan suci (the expression of a divine order) berupa nilai dan norma yang dapat dipergunakan untuk menggati dan melawan tatanan sekuler (the secular order). Nilai dan norma yang dibuat oleh manusia dianggap banyak kelemahan dan keterbasan, karena itu harus diganti dengan nilai dan norma Tuhan yang lebih sempurna. Dengan demikian gerakan sosial yang dilakukan oleh kelompok tersebut bukanlah semata-mata upaya memperdalam ajaran atau penghayatan agama, tetapi sebetulnya sebuah usaha mempengaruhi arah dan bentuk kebijakan publik supaya sesuai dengan syariat Islam.
Dalam gerakan keagamaan tersebut, diskursus masalah agama yang terpenting tidak terletak pada kontroversi yang terdapat dalam ajaran agama, tidak pula terletak pada tafsir ayat yang memberi petunjuk ibadah ubudiyah atau muamalah, tetapi lebih pada bagaimana mempengaruhi proses pengambilan kebijakan publik supaya sesuai dengan syariat Islam. Diskursus masalah agama terutama terkait dengan the secular order yang dianggap sebagai peradapan kafir yang diyakini merusak tatanan kehidupan dunia, atau menghancurkan hidup dan kehidupan dunia, karena itu harus dilawan atau dihapuskan.
Dari segi karakteristik relasi sosial, gerakan keagamaan tersebut bisa mengembangkan relasi sosial yang bersifat tertutup (eksklusif), dalam arti hanya melibatkan kalangannya sendiri, atau melakukan tindakan monopolistik terhadap pelbagai bentuk resources yang dimiliki. Tetapi bisa pula mengembangkan relasi sosial yang bersifat terbuka (inklusif), dalam arti mau melibatkan diri dalam gerakan luar kelompok sepanjang masih dalam spirit menegakkan syariat Islam. Di lain pihak, gerakan keagamaan tersebut bisa mengembangkan relasi sosial yang bersifat komunal, dalam arti lebih mengedapankan hubungan yang bersifat afektual, atau melibatkan hubungan timbal-balik yang akrab, dan terikat secara bersama-sama oleh kebiasaan dan kearifan lokal. Gerakan keagamaan tersebut bisa pula mengembangkan relasi sosial yang bersifat asosiasional, atau lebih mengedepankan hubungan yang bersifat impersonal dalam bingkai ideologi politik tertentu yang dianggap sesuai dengan wahyu atau firman Tuhan. Dimensi relasi relasi yang dikembangkan untuk melakukan gerakan sosial tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: :
Inklusif (terbuka)
Eksklusif (tertutup)
Komunal
Tipe 1
Tipe 2
Asosiasional
Tipe 3
Tipe 4
Dari dimensi karakteristik relasi sosial yang dikembangkan oleh organisasi-organisasi Muslim dalam menegakkan syariat Islam dibayangkan akan diketemukan empat tipologi organisasi Muslim dalam mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam yaitu:
• Tipe 1: organisasi Muslim bersifat komunal dan inklusif
• Tipe 2: organisasi Muslim bersifat komunal dan eksklusif
• Tipe 3: organisasi Muslim bersifat asosiasional dan inklusif
• Tipe 4: organisasi Muslim bersifat asosiasional dan eksklusif
Pilihan relasi sosial bersifat komunal-eksklusif, komunal-inklusif, asosiasional-eksklusif, atau asosiasional-inklusif tidaklah terjadi secara kebetulan dan mendadak, tetapi dilandasi oleh ketahuan dan kemampuan organisasi-organisasi Muslim tersebut dalam menjawab isu-isu sosial politik yang dianggap strategis. Bagi mereka pilihan relasi sosial adalah bagian dari strategi beradaptasi dengan pelbagai bentuk perubahan orientasi kebijakan politik. Pilihan relasi tersebut juga bagian dari upaya meminimalkan resiko kegagalan perjuangan menegakkan syariat Islam.
Empat tipologi organisasi Muslim tersebut diperkirakan memiliki strategi yang berbeda dalam hal memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, dan membentuk jaringan gerakan menegakkan syariat Islam. Perbedaan itu tidak mutlak, artinya dalam beberapa hal boleh jadi mereka memiliki persamaan. Dengan kata lain di antara mereka bolehjadi berbeda dalam hal memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi atau membangun tindakan kolektif, tetapi di antara mereka memiliki persamaan dalam hal membentuk jaringan gerakan. Perbedaan sekaligus persamaan mengembangkan strategi menegakkan syariat Islam dimungkinkan terjadi karena di lapangan mereka kerapkali berhadapan dengan kemauan pemerintah, atau respons kekuatan politik dan kelompok kepentingan yang kurang lebih sama. Itulah sebabnya implikasi gerakan yang mereka kembangkan terhadap kehidupan sosial politik di tingkat nasional maupun lokal pada saat-saat tertentu seragama, tetapi pada saat-saat tertentu lainnya cukup beragam. Adapun elemen-elemen yang perlu diperhitungkan untuk mengetahui dinamika gerakan sosial keagamaan untuk menegakkan syariat Islam tersebut dapat digambarkan sebagai berikut::
Tipologi Organisasi Muslim
Strategi Komunal
eksklusif Komunal
inklusif Asosiasional
eksklusif Asosiasional
inklusif
• Memanfaatkan & menciptakan peluang
• Menebarkan
ideologi
• Membangun tindakan kolektif
• Membentuk jaringan gerakan
Melalui tabel tersebut diandaikan bahwa terdapat beragam strategi organisasi Muslim dalam membangun dan mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia pada era pasca Orde Baru. Sebagaimana dalam hal relasi sosial, perbedaan strategi tersebut tidaklah mutlak, dalam arti dalam hal-hal tertentu mereka mengembangkan strategi yang kurang lebih sama. Di antara mereka bolehjadi berbeda dalam hal memanfaatkan dan menciptakan peluang, tetapi di antara mereka memiliki persamaan dalam hal menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, atau dalam hal membentuk jaringan gerakan. Melalui tabel tersebut diharapkan juga dapat diketahui kerjasama lintas organisasi-organisasi Muslim dan dinamika gerakan yang mereka kembangkan untuk menegakkan syariat Islam.
E. Metode Penelitian
• Obyek Penelitian
Sepanjang pengamatan diketahui bahwa dalam dua dasa warsa terakhir ini sebenarnya cukup banyak organisasi-organisasi Muslim yang memiliki semangat untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Sebagian bahkan memiliki jaringan kerja internasional, terutama dengan sasaran memerangi peradaban Barat yang dianggap kafir. Namun demikian studi ini hanya difokuskan pada kajian gerakan menegakkan syariat Islam yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (FKAW), Front Pembela Islam (FPI), Hisbuzt Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Gerakan mereka memiliki implikasi yang cukup signifikan terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam hal menangani masalah sosial dan politik.
• Kebutuhan Data
Adapun data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Struktur kelembagaan, karakteristik tokoh dan pengikut, kebijakan, dan program kerja organisasi dalam 5 tahun terakhir.
2. Isu-isu sosial politik yang dipergunakan sebagai saluran melakukan petisi, protes, demonstrasi, dan perlawanan.
3. Mimbar dan jaringan komunikasi yang dipergunakan untuk memberi makna dan menunjukkan manfaat gerakan menegakkan syariat Islam, terutama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Keyakinan, simbol, ritual, dan tindakan yang dikemas untuk mempertegas siapa kawan/lawan, membangun persamaan persepsi, dan mempengaruhi opini publik, terutama di seputar kesesatan hidup akibat dari menjauhi syariat Islam.
5. Bentuk-bentuk kerjasama yang dibangun untuk melakukan kampaye, menciptakan ide-ide baru pergerakan, dan menghubungkan kepentingan pemerintah dan rakyat, atau kepentingan elite politik dan massa.
6. Bentuk-bentuk kebijakan pemerintah yang disusun dan diimplementasikan untuk memberi respons gerakan menegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
7. Bentuk-bentuk konsensus baru antara pemerintah, kekuatan politik, kelompok kepentingan, dan elite religius yang dilembagakan untuk memberi respons gerakan menegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
• Sumber Data
Data yang dibutuhkan dikumpulkan dari:
1. Pimpinan, tokoh-tokoh, dan pengikut organisasi-organisasi Muslim yang melakukan gerakan penegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
2. Pemerintah, politisi, elite-elite agama, kalangan intelektual, media massa, tokoh-tokoh masyarakat, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
3. Dokumentasi hasil-hasil studi terkait dengan gerakan menegakkan syariat Islam di Indonesia.
• Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan teknik:
1. Mengumpulkan laporan-laporan resmi tentang gerakan menegakkan syariat Islam, liputan media massa (koran dan majalah), serta analisis yang disampaikan dalam bentuk makalah atau artikel.
2. Melakukan wawancara mendalam kepada pimpinan, tokoh-tokoh, dan pengikut organisasi-organisasi Muslim yang melakukan gerakan menegakkan syariat Islam.
3. Menyelenggarakan forum group discussion yang diikuti oleh pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, politisi, kalangan intelektual, dan lembaga swadaya masyarakat.
4. Melakukan wawancara mendalam kepada anggota masyarakat, terutama diseputar penilaian mereka terhadap manfaat gerakan menegakkan syariat Islam.
• Jadwal Penelitian
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL DI INDONESIA
PASCA ORDE BARU
Oleh: Sunyoto Usman
Staf Pengajar
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
A. Latar Belakang
Gerakan sosial keagamaan yang bertujuan menegakkan syariat Islam di Indonesia telah berlangsung lama. Sejarah politik negeri ini mencatat tidak lama berselang setelah proklamasi kemerdekaan, sejumlah anggota Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) terlibat perdebatan sengit di seputar kemungkinan penerapan syariat Islam sebagai ideologi negara. Kendatipun kemudian tetap disepakati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun di benak sebagian tokoh-tokoh organisasi Islam ide tentang mendirikan negara Islam Indonesia tidak pernah pudar.
Pada akhir tahun 1960-an, sejumlah tokoh organisasi Islam menaruh harapan besar agar pemerintah Orde Baru mau dan mampu memfasilitasi pergerakan Islam. Harapan demikian tidaklah berlebihan, terutama karena mereka memang menjadi bagian penting dari kekuatan-kekuatan politik yang ketika itu bersama-sama dengan meliter membubarkan Partai Komunis Indonesia dan menjatuhkan pemerintahan Soekarno. Tetapi harapan mereka sia-sia, karena ternyata pemerintah Orde Baru memiliki agenda yang berbeda dengan harapan sebagian tokoh-tokoh Islam tersebut.
Pada awal tahun 1970-an, pemerintah Soeharto melakukan restrukturisasi sistem kepartaian di Indonesia, dengan hanya memperbolehkan tiga partai politik yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kekuatan dan partai-partai politik berasaskan Islam fusi dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan. Pada awal tahun 1980-an Soeharto menegaskan bahwa seluruh kekuatan sosial dan politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka hanya Pancasila. Kemudian, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomer 8 Tahun 1985 ditegaskan kembali bahwa Pancasila adalah asas tunggal bagi semua partai politik dan organisasi massa di Indonesia. Implikasinya kemudian adalah segala bentuk kegiatan partai politik dan organisasi massa Muslim haruslah dijiwai dan bereferensi pada ideologi Pancasila. Bentuk respons yang mencuat ketika itu adalah partai politik dan organisasi massa Muslim bisa menerima asas tunggall Pancasila, namun tetap berakidah Islam. Bentuk-bentuk gerakan sosial yang dikembangkan ketika itu kemudian bergeser dari semula lebih kental dengan nuansa politik (terutama membentuk negara Islam) menjadi gerakan kultural yang lebih mengedapankan usaha menciptakan kehidupan menjadi lebih Islami, dan mendorong masyarakat supaya beribadah lebih kafah. Pandangan politik yang berkembang ketika itu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dianggap sudah final, karena itu keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia tidak muncul di permukaan.
Setelah rejim Orde Baru tumbang, bermunculan kembali pelbagai bentuk gerakan sosial yang dimotori oleh tokoh-tokoh dan kekuatan Islam dalam arena politik Indonesia. Mereka berusaha mengaktualisasikan diri setelah lebih dari 30 tahun terpasung politik Orde Baru yang represif dan meliteristik. Gerakan-gerakan tersebut ditengarai masih dalam semangat menegakkan syariat Islam, meskipun dalam bentuk dan strategi baru selaras dengan perubahan sistem pemerintahan dan proses penguatan masyarakat sipil yang terjadi di negeri ini. Fenomena ini dianggap sebagai bagian dari respons psikologis yang tertunda setelah kekuatan-kekuatan Islam tersebut terpinggirkan cukup lama. Oleh karena itu, menjadi relevan dilakukan kajian di seputar dinamika gerakan menegakkan syariat Islam yang tumbuh dan berkembang di tengah arus pergulatan politik Indonesia kontemporer. Organisasi-organisasi Muslim di Indonesia yang kini tergolong aktif menegakkan syariat Islam antara lain adalah Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (FKAW), Front Pembela Islam (FPI), Hisbuzt Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
B. Masalah Penelitian
Dalam upanya menegakkan syariat Islam di Indonesia, organisasi-organisasi Muslim tersebut ditengarai tidak hanya memiliki struktur kelembagaan, leadership, dan sasaran yang berbeda-beda, tetapi ditengarai juga mengembangkan strategi gerakan yang beragam dan menemukan bentuk-bentuk baru. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa bentuk-bentuk gerakan menegakkan syariat Islam di Indonesia pasca Orde Baru?
2. Bagaimana strategi organisasi-organisasi Muslim tersebut memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, dan membentuk jaringan gerakan menegakkan syariat Islam?
3. Mengapa bentuk gerakan dan strategi tersebut menjadi pilihan?
4. Apa implikasinya terhadap kehidupan sosial politik baik di aras nasional maupun lokal?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pelbagai bentuk perubahan sosial politik yang terjadi dalam masyarakat yang memberi stimulan organisasi-organisasi Muslim mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam di era pasca Orde Baru.
2. Memahami karakteristik petisi, protes, demonstrasi dan perlawanan yang dibangun oleh organisasi-organisasi tersebut dalam memberi respons keadaan yang dianggap melemahkan tegaknya syariat Islam.
3. Memetakan respons kekuatan politik, dan kelompok kepentingan, baik di aras nasional dan lokal terhadap gerakan menegakkan syariat Islam.
.
D. Kerangka Konseptual
Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada agama. Bagi mereka, di dalam agama terendap ekspresi tatanan suci (the expression of a divine order) berupa nilai dan norma yang dapat dipergunakan untuk menggati dan melawan tatanan sekuler (the secular order). Nilai dan norma yang dibuat oleh manusia dianggap banyak kelemahan dan keterbasan, karena itu harus diganti dengan nilai dan norma Tuhan yang lebih sempurna. Dengan demikian gerakan sosial yang dilakukan oleh kelompok tersebut bukanlah semata-mata upaya memperdalam ajaran atau penghayatan agama, tetapi sebetulnya sebuah usaha mempengaruhi arah dan bentuk kebijakan publik supaya sesuai dengan syariat Islam.
Dalam gerakan keagamaan tersebut, diskursus masalah agama yang terpenting tidak terletak pada kontroversi yang terdapat dalam ajaran agama, tidak pula terletak pada tafsir ayat yang memberi petunjuk ibadah ubudiyah atau muamalah, tetapi lebih pada bagaimana mempengaruhi proses pengambilan kebijakan publik supaya sesuai dengan syariat Islam. Diskursus masalah agama terutama terkait dengan the secular order yang dianggap sebagai peradapan kafir yang diyakini merusak tatanan kehidupan dunia, atau menghancurkan hidup dan kehidupan dunia, karena itu harus dilawan atau dihapuskan.
Dari segi karakteristik relasi sosial, gerakan keagamaan tersebut bisa mengembangkan relasi sosial yang bersifat tertutup (eksklusif), dalam arti hanya melibatkan kalangannya sendiri, atau melakukan tindakan monopolistik terhadap pelbagai bentuk resources yang dimiliki. Tetapi bisa pula mengembangkan relasi sosial yang bersifat terbuka (inklusif), dalam arti mau melibatkan diri dalam gerakan luar kelompok sepanjang masih dalam spirit menegakkan syariat Islam. Di lain pihak, gerakan keagamaan tersebut bisa mengembangkan relasi sosial yang bersifat komunal, dalam arti lebih mengedapankan hubungan yang bersifat afektual, atau melibatkan hubungan timbal-balik yang akrab, dan terikat secara bersama-sama oleh kebiasaan dan kearifan lokal. Gerakan keagamaan tersebut bisa pula mengembangkan relasi sosial yang bersifat asosiasional, atau lebih mengedepankan hubungan yang bersifat impersonal dalam bingkai ideologi politik tertentu yang dianggap sesuai dengan wahyu atau firman Tuhan. Dimensi relasi relasi yang dikembangkan untuk melakukan gerakan sosial tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: :
Inklusif (terbuka)
Eksklusif (tertutup)
Komunal
Tipe 1
Tipe 2
Asosiasional
Tipe 3
Tipe 4
Dari dimensi karakteristik relasi sosial yang dikembangkan oleh organisasi-organisasi Muslim dalam menegakkan syariat Islam dibayangkan akan diketemukan empat tipologi organisasi Muslim dalam mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam yaitu:
• Tipe 1: organisasi Muslim bersifat komunal dan inklusif
• Tipe 2: organisasi Muslim bersifat komunal dan eksklusif
• Tipe 3: organisasi Muslim bersifat asosiasional dan inklusif
• Tipe 4: organisasi Muslim bersifat asosiasional dan eksklusif
Pilihan relasi sosial bersifat komunal-eksklusif, komunal-inklusif, asosiasional-eksklusif, atau asosiasional-inklusif tidaklah terjadi secara kebetulan dan mendadak, tetapi dilandasi oleh ketahuan dan kemampuan organisasi-organisasi Muslim tersebut dalam menjawab isu-isu sosial politik yang dianggap strategis. Bagi mereka pilihan relasi sosial adalah bagian dari strategi beradaptasi dengan pelbagai bentuk perubahan orientasi kebijakan politik. Pilihan relasi tersebut juga bagian dari upaya meminimalkan resiko kegagalan perjuangan menegakkan syariat Islam.
Empat tipologi organisasi Muslim tersebut diperkirakan memiliki strategi yang berbeda dalam hal memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, dan membentuk jaringan gerakan menegakkan syariat Islam. Perbedaan itu tidak mutlak, artinya dalam beberapa hal boleh jadi mereka memiliki persamaan. Dengan kata lain di antara mereka bolehjadi berbeda dalam hal memanfaatkan peluang, menebarkan ideologi atau membangun tindakan kolektif, tetapi di antara mereka memiliki persamaan dalam hal membentuk jaringan gerakan. Perbedaan sekaligus persamaan mengembangkan strategi menegakkan syariat Islam dimungkinkan terjadi karena di lapangan mereka kerapkali berhadapan dengan kemauan pemerintah, atau respons kekuatan politik dan kelompok kepentingan yang kurang lebih sama. Itulah sebabnya implikasi gerakan yang mereka kembangkan terhadap kehidupan sosial politik di tingkat nasional maupun lokal pada saat-saat tertentu seragama, tetapi pada saat-saat tertentu lainnya cukup beragam. Adapun elemen-elemen yang perlu diperhitungkan untuk mengetahui dinamika gerakan sosial keagamaan untuk menegakkan syariat Islam tersebut dapat digambarkan sebagai berikut::
Tipologi Organisasi Muslim
Strategi Komunal
eksklusif Komunal
inklusif Asosiasional
eksklusif Asosiasional
inklusif
• Memanfaatkan & menciptakan peluang
• Menebarkan
ideologi
• Membangun tindakan kolektif
• Membentuk jaringan gerakan
Melalui tabel tersebut diandaikan bahwa terdapat beragam strategi organisasi Muslim dalam membangun dan mengembangkan gerakan menegakkan syariat Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia pada era pasca Orde Baru. Sebagaimana dalam hal relasi sosial, perbedaan strategi tersebut tidaklah mutlak, dalam arti dalam hal-hal tertentu mereka mengembangkan strategi yang kurang lebih sama. Di antara mereka bolehjadi berbeda dalam hal memanfaatkan dan menciptakan peluang, tetapi di antara mereka memiliki persamaan dalam hal menebarkan ideologi, membangun tindakan kolektif, atau dalam hal membentuk jaringan gerakan. Melalui tabel tersebut diharapkan juga dapat diketahui kerjasama lintas organisasi-organisasi Muslim dan dinamika gerakan yang mereka kembangkan untuk menegakkan syariat Islam.
E. Metode Penelitian
• Obyek Penelitian
Sepanjang pengamatan diketahui bahwa dalam dua dasa warsa terakhir ini sebenarnya cukup banyak organisasi-organisasi Muslim yang memiliki semangat untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Sebagian bahkan memiliki jaringan kerja internasional, terutama dengan sasaran memerangi peradaban Barat yang dianggap kafir. Namun demikian studi ini hanya difokuskan pada kajian gerakan menegakkan syariat Islam yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (FKAW), Front Pembela Islam (FPI), Hisbuzt Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Gerakan mereka memiliki implikasi yang cukup signifikan terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam hal menangani masalah sosial dan politik.
• Kebutuhan Data
Adapun data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Struktur kelembagaan, karakteristik tokoh dan pengikut, kebijakan, dan program kerja organisasi dalam 5 tahun terakhir.
2. Isu-isu sosial politik yang dipergunakan sebagai saluran melakukan petisi, protes, demonstrasi, dan perlawanan.
3. Mimbar dan jaringan komunikasi yang dipergunakan untuk memberi makna dan menunjukkan manfaat gerakan menegakkan syariat Islam, terutama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Keyakinan, simbol, ritual, dan tindakan yang dikemas untuk mempertegas siapa kawan/lawan, membangun persamaan persepsi, dan mempengaruhi opini publik, terutama di seputar kesesatan hidup akibat dari menjauhi syariat Islam.
5. Bentuk-bentuk kerjasama yang dibangun untuk melakukan kampaye, menciptakan ide-ide baru pergerakan, dan menghubungkan kepentingan pemerintah dan rakyat, atau kepentingan elite politik dan massa.
6. Bentuk-bentuk kebijakan pemerintah yang disusun dan diimplementasikan untuk memberi respons gerakan menegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
7. Bentuk-bentuk konsensus baru antara pemerintah, kekuatan politik, kelompok kepentingan, dan elite religius yang dilembagakan untuk memberi respons gerakan menegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
• Sumber Data
Data yang dibutuhkan dikumpulkan dari:
1. Pimpinan, tokoh-tokoh, dan pengikut organisasi-organisasi Muslim yang melakukan gerakan penegakkan syariat Islam, baik di tingkat nasional maupun lokal.
2. Pemerintah, politisi, elite-elite agama, kalangan intelektual, media massa, tokoh-tokoh masyarakat, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
3. Dokumentasi hasil-hasil studi terkait dengan gerakan menegakkan syariat Islam di Indonesia.
• Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan teknik:
1. Mengumpulkan laporan-laporan resmi tentang gerakan menegakkan syariat Islam, liputan media massa (koran dan majalah), serta analisis yang disampaikan dalam bentuk makalah atau artikel.
2. Melakukan wawancara mendalam kepada pimpinan, tokoh-tokoh, dan pengikut organisasi-organisasi Muslim yang melakukan gerakan menegakkan syariat Islam.
3. Menyelenggarakan forum group discussion yang diikuti oleh pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, politisi, kalangan intelektual, dan lembaga swadaya masyarakat.
4. Melakukan wawancara mendalam kepada anggota masyarakat, terutama diseputar penilaian mereka terhadap manfaat gerakan menegakkan syariat Islam.
• Jadwal Penelitian
Komentar